JOURNAL HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN MEDIS TERHADAP TERJADINYA ABORTUS PROVOKATUS CRIMINALIS
JOURNAL HUKUM
PERTANGGUNGJAWABAN MEDIS TERHADAP TERJADINYA
ABORTUS PROVOKATUS CRIMINALIS
Sumber dari: Dinas
Kesehatan Kabupaten Gowa
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 47,
Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan
Disusun untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum
Di Susun Oleh :
HAERUL HIDAYATULLOH
NPM : AB201510044
JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
SEKOLAH TINGGI ILMU
ADMINISTRASI (STIA) BANTEN
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Puji syukur
kita panjatkan kepada Allah SWT, semoga rahmat dan keselamatan dilimpahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan kita selaku Umatnya. Amiin.
Setelah
terselesaikannya makalah ini yang membahas, Pertanggung
Jawaban Medis Terhadap Terjadinya Abortus Provokatus Criminalis (Tinjauan Hukum
Kesehatan dan Psikologi Hukum) Mudah-mudahan
ini bisa menjadi pahala bagi menyusun makalah ini dan bisa bermanfaat bagi yang
membaca.
Dan dengan
adanya makalah ini, di harapkan dapat meningkatkan pemahaman serta untuk menambah khazanah keilmuan Mata
kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH) tentang, Abortus
Provokatus Criminalis serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari.
Demikianlah,
semoga Allah SWT meridhoi usaha kita dan mencapai hasil yang di harapkan.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.
Pandeglang, 29
Sept 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR-------------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI-------------------------------------------------------------------- ii
ABSTRACT--------------------------------------------------------------------- iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang-------------------------------------------------- 1
B.
Rumusan
masalah--------------------------------------------- 5
C.
Tujuan
penulisan---------------------------------------------- 5
BAB II PEMBAHASAN
Abortus provokatus criminalis--------------------------------- 6
A.
Metode
penelitian---------------------------------------------- 9
B.
Hasil
penelitian------------------------------------------------- 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan----------------------------------------------------- 21
DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------- 22
Abstract
This
study aimed to perceive the occurance development of Abortus Provocatus Criminalis
in Makassar in the last five years (2006-2010), the supervision carried out by the
Indonesian Medical Council could prevent the occurance possibility of the
Abortus Provocatus Criminalis , and the application of criminal legal sanction
could give impact psychologically and could suppress the occurance of Abortus
Provocatus Criminalis. The results of the research reveals that there is an increase
of the abortus cases that occurring in Makassar city, there are 18 cases for
the last five years. The police work as maximal as possible to arrest the
Abortus doers which later the cases will be delivered to the office of the
counsel for the Prosecution and be settled in the court of law. However, the
health professions themselves have conducted the supervision by the Indonesia Medical
Council for the abortion actions which are carried out by doctors,midwives, nurses
or paramedics by socializing the dangers of the abortion actions.
Keywords: Medical Liability, Abortus Provocatus Criminalis
Abstrak
Penelitian ini
bertujuan untuk melihat perkembangan terjadinya Abortus Provokatus Criminalis
di Kota Makassar dalam 5 Tahun terakhir (2006–2010), pengawasan yang dilakukan
oleh Konsil Kedokteran Indonesia dalam membendung kemungkinan terjadinya
Abortus Provokatus Criminalis, serta penerapan sanksi hokum pidana berpengaruh
secara psikologis dan menekan terjadinya Abortus Provokatus Crimininalis. Hasil
penelitian menunjukkan ada peningkatan kasus abortus yang terjadi di kota
Makassar, terdapat 18 kasus selama 5 tahun terakhir. Pihak kepolisian bekerja
semaksimal mungkin untuk mendapatkan pelaku aborsi yang nantinya kasus ini
diserahkan di kejaksaan dan diselesaikan di pengadilan. Namun dari pihak
profesi kesehatan sendiri telah dilakukan pengawasan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia untuk segala tindakan aborsi yang dilakukan oleh dokter, bidan,
perawat atau tenaga kesehatan dengan memberikan sosialisasi tentang bahaya dari
tindakan aborsi.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Medis,
Abortus Provocatus Criminalis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hukum merupakan salah satu bidang
yang keberadaannya sangat essensial sifatnya untuk menjamin kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, apalagi negara indonesia adalah Negara hukum, yang
berarti bahwa setiap perbuatan aparat negara harus berdasar hukum, serta setiap
warga harus mentaati hukum. Dengan perkembangan dunia yang semakin kompleks dewasa
ini, maka tidak jarang pula menimbulkan berbagai permasalahan serius yang perlu
mendapatkan perhatian sedini mungkin. Permasalahan yang timbul itu, baik berupa
pelanggaran terhadap norma-norma yang ada dalam kehidupan bermasyarakat ataupun
aturan-aturan yang bertendensi untuk menciptakan suatu fenomena yang
bertentangan dengan kaidah moral dan kaidah susila serta aturan-aturan hukum.
Pelanggaran yang terjadi merupakan realitas dari keberadaan manusia yang tidak
bisa menerima aturanaturan itu secara keseluruhan.
Kalau hal semacam itu terus
dibiarkan berlarut-larut dan kurang mendapat perhatian, maka akan menimbulkan
keresahan dalam masyarakat sehingga dapat mengganggu ketertiban umum.Salah satu
jenis pelanggaran yang biasa terjadi dalam masyarakat yang bertentangan dengan
kaidah moral, etika dan agama terlebih lagi terhadap peraturan hukum yang
tertuang dalam KUHP adalah pengguguran kandungan yang biasa disebut Abortus.
Abortus provokatus atau yang
lebih popular di Indonesia disebut aborsi adalah suatu kejahatan dengan
fenomena gunung es. Kasus-kasus pengguguran kandungan banyak ditemukan di
masyarakat, namun yang diproses di tingkat Pengadilan hanya sedikit sekali. Hal
tersebut antara lain disebabkan sulitnya para penegak hukum dalam mengumpulkan
bukti-bukti yang dapat menyeret pelaku abortus provokatus ke “meja hijau”.
Realitas seperti ini dapat dipahami, karena aborsi tidak memberikan dampak yang
nyata sebagaimana tindak pidana pembunuhan yang secara riil dapat diketahui
akibatnya. Aborsi baik proses dan hasilnya lebih bersifat pribadi, sehingga
sulit dideteksi.
Masalah abortus atau lebih dikenal dengan
istilah pengguguran kandungan, keberadaannya merupakan suatu fakta yang tidak
dapat dipungkiri dan bahkan menjadi bahan bahasan yang menarik serta dilema
yang saat ini menjadi fenomena sosial. Abortus Provokatus merupakan cara yang
paling sering digunakan mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga
cara yang paling berbahaya. Abortus Provokatus Kriminalis adalah Abortus
Provokatus yang secara sembunyi-sembunyi dan biasanya oleh tenaga yang tidak
terdidik secara khusus, termasuk ibu hamil yang menginginkan perbuatan Abortus Provokatus
tersebut. Abortus Provokatus Kriminalis merupakan salah satu penyebab kematian
wanita dalam masa subur di negara-negara berkembang. Abortus (pengguguran kandungan)
merupakan masalah yang cukup pelik, karena menyangkut banyak aspek kehidupan
manusia yang berkaitan dengan etika, moral dan agama serta hukum.
Menurut undang-undang yang
berlaku saat ini, pengguguran kandungan yang semata dimaksudkan merusak atau
membunuh janin termasuk dalam pengertian tindak pidana kejahatan terhadap
nyawa, sebagaimana diatur dalam BAB XI Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Melihat ketentuan Pasal 346
sampai dengan Pasal 349 dan Pasal 299 KUHP, sanksi pidana dapat dikenakan
kepada orang yang melakukan dan yang menganjurkan pengguguran kandungan serta
wanita hamil yang dengan sengaja menyebabkan pengguguran kandungan. Agar lebih
efektif, perbuatan kejahatan abortus yang sulit upaya pembuktiannya, pembuat
undang-undang mengatur masalah tersebut dalam Pasal 299 KUHP sebagai langkah
yang bersifat preventif.
Semua abortus, tanpa memandang
alasan-alasannya, merupakan suatu tindakan yang dapat dikenai sanksi pidana.
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, masalah pengguguran kandungan tampak
terpendam dan tanpa gejolak. Namun demikian, praktik pengguguran kandungan yang
dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab berjalan terus secara
gelap. Bahkan akhir-akhir ini media massa menulis tentang pengguguran kandungan
yang dilakukan tenaga medis. Praktik abortus sudah bukan rahasia lagi, terutama
sebagai akibat dari semakin meluasnya budaya pergaulan bebas dan prostitusi dewasa
ini. Juga dengan semakin meningkatnya kasus-kasus kehamilan diluar nikah dan multiplikasi
keragaman motivasi. Hal tersebut pada gilirannya mendorong orang-orang tertentu
cenderung menggugurkan kandungan sebagai solusi untuk menghilangkan aib.
Sebenarnya, tindakan menggugurkan
kandungan sebagaimana tersebut di atas dapat dicegah, terutama jika kalangan
medis secara kokoh berpedoman pada kode etik kedokteran dan hukum yang berlaku
di Indonesia serta sumpah dokter yang di ucapkannya. Asumsi tersebut dapat
dibuktikan melalui Kode Etik Kedokteran yang termuat dalam Pasal 3 Peraturan
Menteri Kesehatan No. 4341 Men.Kes/SK/X/1983 yang menegaskan bahwa, “dalam
melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan
keuntungan pribadi”. Hal ini kemudian diperkuat dalam Pasal 10 peraturan yang
sama, yaitu, “setiap dokter harus senantiasa mengingatkan kewajiban melindungi hidup
makhluk insan.” Demikian juga isi lafal sumpah dokter yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah No. 26 Tahun l960 yang menyebutkan, “saya akan menghormati setiap
hidup insani mulai saat pembuahan.”
Hadirnya Undang-Undang No. 23
Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), juga mengupas masalah abortus. Hal
tersebut tertera dalam Pasal 15 ayat (1) yang menentukan sebagai berikut:
“Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu”. Mencermati penerapan
Pasal 15 UU Kesehatan, terdapat kesan telah dilakukan legalisasi tindakan abortus.
Kurangnya wawasan para dokter dan pemahaman atas isi pasal ini dapat berdampak negatif,
dalam arti, seakan-akan para dokter memperoleh kewenangan untuk melakukan perbuatan
melawan hukum, yakni abortus yang dilarang oleh pasal-pasal dalam KUHP.
Maraknya aborsi di masyarakat
dapat dilihat dari data-data yang antara lain disampaikan oleh Federasi
Perkumpulan Keluarga Berencana Internasional yang menyebutkan bahwa setiap
tahun lebih dari 15 juta gadis berusia 15-19 tahun mengalami
kehamilan
diluar nikah, 5 juta diantaranya melakukan abortus.1 Di Indonesia diperkirakan setiap
tahun dilakukan sejuta abortus provokatus tidak aman. Data kongkrit yang
ditulis oleh Muhammad Faisal dan Sabir Ahmad, menunjukkan perkiraan setiap
tahun di Indonesia terjadi 16,7 sampai dengan 22,2 abortus provokatus
perseratus kelahiran hidup. Selama dalam satu dekade terakhir tahun 2000 sampai
2009 kasus-kasus abortus provokatus di Indonesia yang tergolong spektakuler dan
berhasil diungkap serta diselesaikan lewat jalur hukum, hanya kasus abortus
provokatus di Jakarta Utara pada tahun 2007 dan kasus abortus provokatus di
Surabaya pada akhir tahun 2008. Terbongkarnya kasus abortus provokatus di
Jakarta diawali dengan ditemukannya sebelas jasad janin di bawah jembatan
Warakas pada bulan November 2007. Penemuan jasad tersebut amat mengejutkan dan
sempat menjadi bahan berita berskala nasional.
Adapun ketentuan yang mengatur
mengenai pengguguran kandungan atau abortus tersebut, yaitu tertuang dalam
Pasal 346, 347,348 dan 349 KUHP. Pasal 346, menyebutkan:
a.
Perempuan
yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, dihukum penjara selama–lamanya empat tahun.
b.
Pengguguran
kandungan (abortus) atas bantuan seorang dokter atau ahli kandungan atau tenaga
kesehatan dengan pertimbangan demi keselamatan ibu yang sedang hamil, secara
yuridis adalah perbuatan yang tidak melanggar hukum, bahkan dibenarkan oleh Undang-Undang.
Lain halnya bila kandungan digugurkan atau dimatikan karena alas an malu dan
takut akan aib keluarganya, teman sejawatnya dan lebih luas lagi masyarakat sekitarnya,
maka tindakan semacam inilah yang dilarang oleh aturan hukum pidana. Dengan
demikian pelaku pengguguran kandungan telah melakukan perbuatan melanggar hukum.
Artinya perbuatan itu harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan kesalahannya.
c.
Pengguguran
kandungan tanpa didasarkan pertimbangan medis, perbuatan yang demikian dalam
hukum pidana disebut Abortus Provokatus, melanggar norma hukum, norma
kesusilaan dan norma agama, sehingga pelakunya harus dihukum sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Lebih dari separuh (104,6 juta
orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) adalah perempuan.
Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih
sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi
optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang
menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu
terlihat dari semakin turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI)
Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 2008) menjadi 0,664 atau
peringkat ke 90 (HDR 2010). GDI mengukur angka harapan hidup, angka melek
huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor per kapita (Gross
Domestic Product/GDP) riil per kapita antara lakilaki dan perempuan. Di bidang
pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan perempuan
terhadap kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut Susenas 2009, jumlah
perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf (14,1%) lebih besar
daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%).2
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2004 masih
cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu
terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya
dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care/ANC) yang
memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan
ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut
SDKI 2004, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga
kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih sangat
rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi.
Namun tidak semua kehamilan diharapkan kehadirannya. Setiap
tahunnya, dari 175 juta kehamilan yang terjadi di dunia terdapat
sekitar 75 juta perempuan yang mengalami kehamilan tak diinginkan. Banyak hal
yang menyebabkan seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya,
antara lain karena perkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang
belum diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di
luar nikah, gagal KB, dan sebagainya.
Ketika seorang perempuan
mengalami kehamilan tak diinginkan, diantara jalan keluar yang ditempuh adalah
melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukansendiri maupun dengan bantuan orang
lain. Banyak diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan
mencari pertolongan yang tidak aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius
atau kematian karena ditangani oleh orang yang tidak kompeten atau dengan
peralatan yang tidak memenuhi standar. Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan
pilihan yang mudah. Banyak perempuan harus berperang melawan perasaan dan
kepercayaannya mengenai nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum
akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya
bila sampai tindakannya ini diketahui.
Abortus Provocatus dapat terjadi
karena adanya bantuan orang lain, berarti orang yang membantu akan dikenakan
pula hukuman sesuai kualitas keterlibatannya sebagaimana yang diatur dan
diancam pidana menurut Pasal 55 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 56 KUHP.
Para
ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi
memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Ahli agama
melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat bahwa melakukan abortus buatan adalah
perbuatan dosa. Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alas an ekonomi
tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan.
Demikian halnya dengan negara-negara di dunia, pada umumnya setiap negara
memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya abortus buatan meskipun pelarangan
tersebut tidak bersifat mutlak.
Data diperoleh dari Federasi Perkumpulan Keluarga
Berencana Internasional.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas,
penulis kemudian mengidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
perkembangan terjadinya Abortus Provokatus Kriminalis di Kota Makassar dalam 5
Tahun terakhir (2006-2010)?
2.
Sejauhmana
penerapan sanksi hukum pidana berpengaruh secara psikologis dan menekan
terjadinya Abortus Provokatus Krimininalis?
C. TUJUAN
PENULISAN
Membahas tentang berbagai kasus
Abortus Provokatus Kriminalis Berdasarkan data yang dihimpun penulis dari
Kantor Polrestabes Kota Makassar,diketahui bahwa selama kurun waktu dan tahun
2005 sampai dengan tahun 2010 telah terjadi 18 kasus delik abortus provocatus,
mengakibatkan meninggalnya wanita hamil yang menggugurkan kandungannya sebanyak
5 orang
Di dalam pertimbangan hukum
pengadilan ternyata terdakwa di persalahkan melakukan perbuatan tercela yakni
turut serta dalam suatu kejahatan pengguguran kandungan, yang menyebabkan
wanita yang menggugurkan kandungan tersebut meninggal dunia. Dengan demikian,
Majelis Hakim memandang bahwa pengguguran kandungan itu termasuk perbuatan
tercela, karena melanggar norma hukum, norma agama, norma kesusilaan serta
norma kesopanan.
BAB II
PEMBAHASAN
ABORTUS PROVOKATUS CRIMINALIS
Abortus
provokatus atau yang lebih popular di Indonesia disebut aborsi adalah suatu
kejahatan dengan fenomena gunung es. Kasus-kasus pengguguran kandungan banyak
ditemukan di masyarakat, namun yang diproses di tingkat Pengadilan hanya
sedikit sekali. Hal tersebut antara lain disebabkan sulitnya para penegak hukum
dalam mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyeret pelaku abortus provokatus ke
“meja hijau”. Realitas seperti ini dapat dipahami, karena aborsi tidak
memberikan dampak yang nyata sebagaimana tindak pidana pembunuhan yang secara
riil dapat diketahui akibatnya. Aborsi baik proses dan hasilnya lebih bersifat
pribadi, sehingga sulit dideteksi.
Masalah
abortus atau lebih dikenal dengan istilah pengguguran kandungan, keberadaannya
merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan bahkan menjadi bahan
bahasan yang menarik serta dilema yang saat ini menjadi fenomena sosial.
Abortus Provokatus merupakan cara yang paling sering digunakan mengakhiri
kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga cara yang paling berbahaya.
Abortus Provokatus Kriminalis adalah Abortus Provokatus yang secara
sembunyi-sembunyi dan biasanya oleh tenaga yang tidak terdidik secara khusus,
termasuk ibu hamil yang menginginkan perbuatan Abortus Provokatus tersebut.
Abortus Provokatus Kriminalis merupakan salah satu penyebab kematian wanita
dalam masa subur di negara-negara berkembang. Abortus (pengguguran kandungan)
merupakan masalah yang cukup pelik, karena menyangkut banyak aspek kehidupan
manusia yang berkaitan dengan etika, moral dan agama serta hukum.
Menurut
undang-undang yang berlaku saat ini, pengguguran kandungan yang semata
dimaksudkan merusak atau membunuh janin termasuk dalam pengertian tindak pidana
kejahatan terhadap nyawa, sebagaimana diatur dalam BAB XI Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP).
Melihat
ketentuan Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 dan Pasal 299 KUHP, sanksi pidana
dapat dikenakan kepada orang yang melakukan dan yang menganjurkan pengguguran
kandungan serta wanita hamil yang dengan sengaja menyebabkan pengguguran
kandungan. Agar lebih efektif, perbuatan kejahatan abortus yang sulit upaya
pembuktiannya, pembuat undang-undang mengatur masalah tersebut dalam Pasal 299
KUHP sebagai langkah yang bersifat preventif.
Semua
abortus, tanpa memandang alasan-alasannya, merupakan suatu tindakan yang dapat
dikenai sanksi pidana. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, masalah pengguguran
kandungan tampak terpendam dan tanpa gejolak. Namun demikian, praktik
pengguguran kandungan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung
jawab berjalan terus secara gelap. Bahkan akhir-akhir ini media massa menulis
tentang pengguguran kandungan yang dilakukan tenaga medis. Praktik abortus
sudah bukan rahasia lagi, terutama sebagai akibat dari semakin meluasnya budaya
pergaulan bebas dan prostitusi dewasa ini. Juga dengan semakin meningkatnya
kasus-kasus kehamilan diluar nikah dan multiplikasi keragaman motivasi. Hal
tersebut pada gilirannya mendorong orang-orang tertentu cenderung menggugurkan
kandungan sebagai solusi untuk menghilangkan aib.
Sebenarnya,
tindakan menggugurkan kandungan sebagaimana tersebut di atas dapat dicegah,
terutama jika kalangan medis secara kokoh berpedoman pada kode etik kedokteran
dan hukum yang berlaku di Indonesia serta sumpah dokter yang di ucapkannya.
Asumsi tersebut dapat dibuktikan melalui Kode Etik Kedokteran yang termuat
dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan No. 4341 Men.Kes/SK/X/1983 yang
menegaskan bahwa, “dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak
boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi”. Hal ini kemudian
diperkuat dalam Pasal 10 peraturan yang sama, yaitu, “setiap dokter harus senantiasa
mengingatkan kewajiban melindungi hidup makhluk insan.” Demikian juga isi lafal
sumpah dokter yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun l960 yang
menyebutkan, “saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.”
Hadirnya
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), juga mengupas
masalah abortus. Hal tersebut tertera dalam Pasal 15 ayat (1) yang menentukan
sebagai berikut: “Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa
ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu”.
Mencermati penerapan Pasal 15 UU Kesehatan, terdapat kesan telah dilakukan
legalisasi tindakan abortus. Kurangnya wawasan para dokter dan pemahaman atas
isi pasal ini dapat berdampak negatif, dalam arti, seakan-akan para dokter
memperoleh kewenangan untuk melakukan perbuatan melawan hukum, yakni abortus
yang dilarang oleh pasal-pasal dalam KUHP.
Maraknya
aborsi di masyarakat dapat dilihat dari data-data yang antara lain disampaikan
oleh Federasi Perkumpulan Keluarga Berencana Internasional yang menyebutkan
bahwa setiap tahun lebih dari 15 juta gadis berusia 15-19 tahun mengalami
kehamilan diluar nikah, 5 juta diantaranya melakukan abortus.1 Di Indonesia
diperkirakan setiap tahun dilakukan sejuta abortus provokatus tidak aman. Data
kongkrit yang ditulis oleh Muhammad Faisal dan Sabir Ahmad, menunjukkan
perkiraan setiap tahun di Indonesia terjadi 16,7 sampai dengan 22,2 abortus
provokatus perseratus kelahiran hidup. Selama dalam satu dekade terakhir tahun
2000 sampai 2009 kasus-kasus abortus provokatus di Indonesia yang tergolong
spektakuler dan berhasil diungkap serta diselesaikan lewat jalur hukum, hanya
kasus abortus provokatus di Jakarta Utara pada tahun 2007 dan kasus abortus
provokatus di Surabaya pada akhir tahun 2008. Terbongkarnya kasus abortus
provokatus di Jakarta diawali dengan ditemukannya sebelas jasad janin di bawah
jembatan Warakas pada bulan November 2007. Penemuan jasad tersebut amat
mengejutkan dan sempat menjadi bahan berita berskala nasional.
Adapun
ketentuan yang mengatur mengenai pengguguran kandungan atau abortus tersebut,
yaitu tertuang dalam Pasal 346, 347,348 dan 349 KUHP. Pasal 346, menyebutkan:
a) Perempuan
yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh
orang lain untuk itu, dihukum penjara selama–lamanya empat tahun.
b) Pengguguran
kandungan (abortus) atas bantuan seorang dokter atau ahli kandungan atau tenaga
kesehatan dengan pertimbangan demi keselamatan ibu yang sedang hamil, secara
yuridis adalah perbuatan yang tidak melanggar hukum, bahkan dibenarkan oleh
Undang-Undang. Lain halnya bila kandungan digugurkan atau dimatikan karena alas
an malu dan takut akan aib keluarganya, teman sejawatnya dan lebih luas lagi
masyarakat sekitarnya, maka tindakan semacam inilah yang dilarang oleh aturan
hukum pidana. Dengan demikian pelaku pengguguran kandungan telah melakukan
perbuatan melanggar hukum. Artinya perbuatan itu harus dipertanggungjawabkan
sesuai dengan kesalahannya.
c) Pengguguran
kandungan tanpa didasarkan pertimbangan medis, perbuatan yang demikian dalam
hukum pidana disebut Abortus Provokatus, melanggar norma hukum, norma
kesusilaan dan norma agama, sehingga pelakunya harus dihukum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih
dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta
orang) adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal
dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan
peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila
jumlah perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan
laki-laki. Hal itu terlihat dari semakin turunnya nilai Gender-related
Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 2008)
menjadi 0,664 atau peringkat ke 90 (HDR 2010). GDI mengukur angka harapan
hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor
per kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara lakilaki dan
perempuan. Di bidang pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang antara
laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut
Susenas 2009, jumlah perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf
(14,1%) lebih besar daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%).
Angka
Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada
tahun 2004 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab
kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu
sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care/ANC) yang
memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC
minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 2004, hanya
43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga
kesehatan menurut SDKI 1997, masih sangat rendah, di mana sebesar 54%
persalinan masih ditolong oleh dukun bayi. Namun tidak semua kehamilan diharapkan
kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta kehamilan yang terjadi di dunia
terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami keham tak diinginkan. Banyak
hal yang menyebabkan seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara
lain karena perkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum
diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar
nikah, gagal KB, dan sebagainya.
Ketika
seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan, diantara jalan keluar
yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukansendiri maupun
dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri
kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak aman sehingga mereka
mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani oleh orang yang
tidak kompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi standar. Keputusan
untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak perempuan
harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup
seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan.
Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya
ini diketahui.
Abortus
Provocatus dapat terjadi karena adanya bantuan orang lain, berarti orang yang
membantu akan dikenakan pula hukuman sesuai kualitas keterlibatannya
sebagaimana yang diatur dan diancam pidana menurut Pasal 55 ayat (1) dan (2)
jo. Pasal 56 KUHP.
Para
ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan
ekonomi memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan.
Ahli agama melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat bahwa melakukan abortus
buatan adalah perbuatan dosa. Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat
bahwa alas an ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan
dilakukannya pengguguran kandungan. Demikian halnya dengan negara-negara di
dunia, pada umumnya setiap negara memiliki undang-undang yang melarang
dilakukannya abortus buatan meskipun pelarangan tersebut tidak bersifat mutlak.
A.
METODE
PENELITIAN
1.
Tipe
Penelitian
Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan tipe normatif dan empiris yaitu kombinasi dari
penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis empiris:
a) Penelitian
hukum normatif adalah penelitian bahan pustaka atau data–data sekunder yang
mencakup bahan hukum primer seperti peraturan perundang–undangan dan bahan
hukum sekunder seperti hasil–hasil penelitian, buku–buku yang berkaitan dengan
hasil penelitian ini, dan sebagainya.
b) Penelitian
Hukum sosiologis/empiris adalah penelitian terhadap data primer di lapangan
atau terhadap masyarakat.
2.
Jenis
dan Sumber Data
a) Data
Primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan
menggunakan standar pertanyaan serta pengisian kuisioner secara langsung,
yaitu:melakukan wawancara terhadap pelaku delik abortus,pihak organisasi
profesi dokter itu sendiri, pihak kepolisian, Kejaksaan Negeri Makassar dan
Pengadilan Negeri Makassar
b) Data
Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara
menelaah literatur, serta peraturan perundang–undangan yang erat hubungannya
dengan objek penelitian ini.
B.
HASIL PENELITIAN
1.
Perkembangan
Abortus Provokatus Kriminalis di Kota Makassar dan Faktor Penyebabnya
Delik
abortus provokatus adalah perbuatan tercela dikategorikan sebagai kejahatan
yang diatur dan diancam pidana bagi orang yang melakukannya, karena itu pelaku
delik abortus provokatus selalu berusaha untuk tidak diketahui orang lain,
terutama pihak yang berwajib (polisi), agar tidak diproses menurut hukum pidana
yang berlaku.
Berdasarkan
data yang dihimpun penulis dari Kantor Polrestabes Kota Makassar, diketahui
bahwa selama kurun waktu dan tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 telah terjadi
18 kasus delik abortus provocatus, mengakibatkan meninggalnya wanita hamil yang
menggugurkan kandungannya sebanyak 5 orang.
Dengan
demikian, wanita hamil yang menggugurkan kandungannya yang masih hidup tetap
diajukan sebagai tersangka, demikian pula halnya dengan orang lain yang
membantu (turut serta) sehingga terjadi penguguran kandungan. Berkenaan dengan
telah terjadinya delik abortus provokatus dihubungkan dengan ajaran kausalitas
keturutsertaan pelaku dalam delik abortus provokatus, maka pihak kepolisian
mengusahakan mensplit (memisahkan) kedudukan tersangka menjadi 18 perkara,
sebagaimana dalam table dibawah ini.
Tabel 1. Jumlah Delik Abortus Provocatus di Kota
Makassar
Tahun 2005-2010
Tahun
|
Delik Abortus
Kasus
|
Provocatus
Meninggal Dunia
|
Jumlah
|
Persentase (%)
|
2005
2006
2007
2008
2009
2010
|
2
2
1
6
5
2
|
1
1
-
2
1
-
|
2
2
1
6
5
2
|
11,11
11,11
5,56
33,33
27,78
11,11
|
Sumber Data: Kantor Polrestabes Kota Makassar, Tahun 2011
Tabel
tersebut di atas, memberikan gambaran tentang jumlah delik abortus provokatus
selama 5 tahun terakhir yang terjadi di Kota Makassar.Berdasarkan data diatas,
terlihat jumlah kasus delik abortus provokatus yang terjadi dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2010 yaitu sebanyak 18 kasus.
Apabila
diperhatikan jumlah kasus abortus provokatus dengan banyaknya korban yang meninggal dunia, ternyata tindakan
pengguguran kandungan umumnya mengancam
keselamatan jiwa orang yang melakukan pengguguran kandungan, yakni
sebanyak 5 orang wanita hamil meninggal
dunia akibat pengguguran kandungannya.Delik abortus provokatus tersebut, pada
umumnya tidak dilakukan dengan sendiri oleh wanita hamil, tetapi terjadinya
pengguguran kandungan karena adanya inisiatif dan bantuan atau turut sertanya
orang lain untuk melakukan pengguguran kandungan seorang wanita hamil.
Kesemuanya itu telah diproses dan dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri
Makassar untuk dibuatkan surat dakwaan
atau requisatoirnya.
2.
Data
Kejaksaan
Berdasarkan
data yang diperoleh penulis selama penelitian, ternyata berkas perkara hasil penyelidikan
Kepolisian khusus untuk kasus-kasus delik abortus provokatus tidak ada yang
dikembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Kepolisian karena alasan kurang
lengkap. Hal ini berarti pihak Kepolisian di Kota Makassar berhasil
mengungkapkan siapa pelaku, dimana dan kapan delik dilakukan serta
alasan-alasan sehingga orang itu melakukan delik abortus provokatus khususnya
di Kota Makassar.
Untuk
mengetahui jumlah delik abortus provokatus yang dilimpahkan Polrestabes ke
Kejaksaan Negeri Makassar, dengan kualifikasi dakwaan sebagaimana dalam table
sebagai berikut:
Tabel 2. Data Tentang
Dakwaan Tersangka Pelaku Delik Abortus Provokatus
di Kota Makassar
dari Tahun 2005-2010
Tahun
|
Terdakwa Melanggar Pasal
346 347 348 349
|
Jumlah
|
Ket.
|
2005
2006
2007
2008
2009
2010
|
-
2
1
-
1
-
|
-
-
-
2
1
-
|
2
-
-
2
2
1
|
-
-
-
2
1
1
|
2
2
1
6
5
2
|
-
-
-
-
-
-
|
Sumber Data: Kantor Kejaksaan Negeri Makassar, Tahun 2011
Berdasarkan
data dalam tabel tersebut di atas, maka dapat diketahui mereka yang didakwa
melanggar Pasal 346 KUHP sebanyak 4 orang yakni wanita hamil yang menggugurkan
kandungannya, sedangkan tersangka pelaku delik abortus provocatus melanggar
Pasal 347 KUHP sebanyak 3 orang, yakni laki-laki yang menyebabkan terjadinya
kehamilan atas diri wanita yang melakukan abortus
provocatus.
Kemudian
mereka yang didakwa melanggar Pasal 348 KUHP sebanyak 7 orang, diantaranya 3
orang adalah pacar wanita hamil dan 4 orang lainnya adalah dukun yang melakukan
pengguguran kandungan. Tersangka yang didakwa melanggar Pasal 349 KUHP sebanyak
4 orang, yakni dukun beranak yang melakukan tindakan pengguguran dan kepadanya
oleh jaksa patut dikenakan pemberatan.
Berdasarkan
keterangan Andi Muldani Fajrin, selaku Kasipidum Kejaksaa Negeri Makassar,
bahwa:
“Semua
terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar larangan sesuai
Pasal-Pasal yang didakwakan kepadanya sehingga dalam requisatoir Jaksa Penuntut
Umum mengajukan tuntutan pidana bagi masing-masing terdakwa sesuai dengan
tingkat kesalahannya, setelah dipertimbangkan hal-hal yang meringankan dan
hal-hal yang memberatkan. Tuntutan pidana yang diajukan bagi terdakwa antara
satu tahun sampai dengan lima tahun penjara, diperkurangkan selama terdakwa
berada dalam tahanan, dan dituntut pula untuk membayar ongkos perkara.”
Memperhatikan
penjelasan di atas, menurut hemat penulis bahwa kemampuan dari Penuntut Umum
dalam penanganan kasus abortus provokatus maupun penerapan Undang-Undang sudah
sesuai dengan apa yang diinginkan. Oleh sebab itu, sebagai penuntut umum
diwajibkan untuk melimpahkan berkas perkara apapun juga yang diajukan kepadanya
dan dirasa berkas perkara tersebut sudah memenuhi syarat yang ditegaskan dalam
KUHAP, untuk dilanjutkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri yang berwenang.
3.
Data
Pengadilan Negeri
Pengadilan Negeri Makassar, memeriksa dan mengadili
perkara khususnya perkara pengguguran kandungan (abortus) menurut hukum acara
biasa, serta mengikuti tata tertib persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal
153 KUHAP.
Surat dakwaan dijadikan sebagai dasar
pemeriksaan, sedangkan tuntutan dipertimbangkan untuk kepentingan penjatuhan
hukuman bagi terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut
Pasal - pasal yang telah dilanggarnya. Kesalahan itu dibuktikan dengan alat -
alat bukti dan barang bukti yang diajukan di persidangan. Atas fakta - fakta
yang terungkap dimuka persidangan lalu pengadilan itu Causa Majelis hakim yang
memeriksa dan mengadili perkara delik abortus provokatus menjatuhkan pidana
penjara bagi terdakwa-terdakwa dengan terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal
yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan terdakwa.
Di samping itu, majelis hakim
berusaha menilai terbukti atau tidaknya unsur-unsur yang termuat dalam pasal -
pasal yang didakwakan terdakwa, dengan cara mengkonfirmatir dan menghubungkan
keterangan saksi-saksi (terdakwa
danvisumet repertum).
Untuk mengetahui keadaan jumlah dan
lamanya hukuman mengenai kasus delik abortus provokatus khusus yang terjadi di
wilayah Pengadilan Negeri Makassar dari Tahun 2005 sampai dengan tahun 2010,
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Data Pemidanaan Terdakwa Delik Abortus
Provocatus di Kota Makassar
Tahun 2005-2010
Tahun
|
Lamanya Waktu Pemidanaan Terdakwa
0-6 Bulan 6-12 Bulan 12-24 Bulan 24-36 Bulan 36 Bulan ke atas
|
Jumlah
|
||||
2005
2006
2007
2008
2009
2010
|
-
1
-
-
-
-
|
-
-
1
1
-
1
|
2
1
-
1
1
-
|
-
-
-
3
2
1
|
-
-
-
1
2
-
|
2
2
1
6
5
2
|
Sumber
Data: Kantor Pengadilan Negeri Makassar, Tahun 2011
Data tersebut di atas, menunjukkan
lamanya hukuman penjara yang akan dijalani terhukum terhadap pelaku delik
abortus provokatus, karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan
delik pengguguran kandungan khususnya yang terjadi di Kota Makassar selama
kurun waktu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011.
Di antara 18 orang terhukum, ternyata
ada 1 orang yang dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan, kemudian 3 orang yang
dijatuhi pidana penjara selama 6 sampai dengan 12 bulan sampai dengan 24 bulan,
dan tercatat 6 orang dijatuhi hukuman pidana penjara 24 bulan sampai dengan 36
bulan, selanjutnya ada 3 orang terhukum dijatuhi pidana lebih dari 36 bulan
pelaku delik abortus provokatus yang terjadi di Kota Makassar.
Berdasarkan tabel tersebut di atas,
terlihat dengan jelas bahwa kasus delik abortus provocatus yang diterima dari
tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 berjumlah 18 buah kasus, sudah diselesaikan
seluruhnya yang diterima dan diputus oleh Pengadilan Negeri Makassar yang
dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Makassar. Hal inilah yang membuktikan bahwa
aparat penegak hukum di Kota Makassar baik Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim
Pengadilan Negeri Makassar telah mampu menyelesaikan kasus abortus provokatus
dalam setiap tahunnya.
4. Sanksi Pidana dan Psikologis terhadap terjadinya
Abortus Provokatus Kriminalis
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
aborsi adalah pengguguran kandungan. Pada dasarnya, setiap orang dilarang
melakukan aborsi berdasarkan Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (UU Kesehatan). Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi
diberikan hanya dalam 2 (dua) kondisi, sebagaimana yang diatur pada Pasal 75
ayat (2) UU Kesehatan sebagai berikut:
a)
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia
dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita
penyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b)
Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Namun, tindakan aborsi yang diatur
dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan itu pun hanya dapat dilakukan setelah
melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan
konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan
berwenang. Selain itu, menurut Pasal 76 UU Kesehatan, aborsi hanya dapat
dilakukan:
a) Sebelum
kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) Oleh
tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c) Dengan
persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) Dengan
izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e) Penyedia
layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Jadi, praktik aborsi yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana disebut di atas
merupakan aborsi ilegal. Sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal diatur dalam
Pasal 194 UU Kesehatan yang menegaskan:
“Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar”
Pasal
194 UU Kesehatan tersebut dapat menjerat pihak dokter dan/atau tenaga kesehatan
yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak perempuan yang dengan
sengaja melakukannya..
Pada praktiknya, bila ada dokter yang
melakukan aborsi, maka masyarakat dapat melaporkan dokter tersebut ke
kepolisian untuk diselidiki. Selanjutnya, bila memang ada bukti yang cukup
dokter tersebut dengan sengaja telah melakukan aborsi ilegal terhadap
pasien(-pasien)nya, maka proses pidana akan dilanjutkan oleh penyidik dan jaksa
sebelum melalui proses di pengadilan.
Walaupun telah dilakukan tindakan
tegas, namun akibat pergaulan bebas, masih banyak yang melakukan aborsi. Selain
dampak fisik, wanita yang melakukan aborsi juga akan mengalami resiko berupa
gejala psikologis yang dikenal sebagai ”Post Abortion Syndrome” (PAS) yang
dikarakteristikkan dengan perasaan bersalah yang lama dan berkepanjangan,
depresi, serta ketidakberfungsian fungsi sosial dan seksual.
Hal lain yang juga berdampak negatif
dari segi psikologis adalah konsekuensi atau dampak secara psikososial
seseorang yang telah melakukan aborsi. Adapun masalah psikososial yang cukup
berdampak buruk yaitu masalah interpersonal setelah aborsi tersebut, misalnya permasalahan
dalam hubungannya dengan diri sendiri, lingkungan sosialnya, misalnya
pertemanan, dengan keluarga, dan dalam hubungan percintaan pada perempuan
pelaku aborsi.
Ketika seorang anak merahasiakan
tentang aborsinya dengan orang tua mereka, hal itu akan menciptakan jarak
antara dirinya dengan orang tua dan keluarganya. Hal itu juga didukung dengan
pernyataaan Deveber bahwa perasaan malu dan takut merupakan motivator utama
untuk terciptanya rahasia antara anak kepada orang tua. Hal ini termasuk takut untuk
membuat orang tua kecewa. Bagaimanapun ia akan menyimpan rahasianya yang
memalukan itu dan secara emosional menekan kemampuannya untuk menyelesaikan
masalah.Apabila permasalahannya diketahui oleh keluarga, hal itu akan
menimbulkan masalah lain yaitu perasaan rendah diri.
Selain berdampak buruk terhadap
hubungan dengan keluarga dan teman-temannya, aborsi juga berdampak buruk
terhadap hubungan dengan pasangan. Hampir setengah perempuan yang melakukan
aborsi mengaku bahwa keputusan mereka untuk aborsi adalah pengubah hubungan
mereka dengan pasangan secara signifikan dan mengakhiri suatu hubungan
pasangan, walaupun pasangan tersebut sudah menjalani hubungan yang stabil.
Menurut sebuah penelitian yang
menyatakan bahwa wanita yang memiliki hubungan yang cenderung stabil, setelah
melakukan aborsi dilaporkan berpisah. Dari 80% kelompok pasangan yang berpisah,
kebanyakan wanita yang berinisiatif untuk melakukan perpisahan dengan
pasangannya. Hubungan setelah aborsi dilaporkan menjdai lebih buruk, dengan
lebih banyak konflik dan kurangnya saling trust satu dengan lainnya.
Trust
merupakan suatu hal yang esensial bagi sebuah hubungan untuk dapat terus tumbuh
dan berkembang serta merupakan suatu fenomena yang dinamis yang terjadi secara
intrinsik pada suatu keadaan yang alamiah, dimana trust merupakan hal yang
menyangkut masalah mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks
sosialnya, misalnya ketika seseorang untuk mengambil suatu keputusan, ia akan
lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih dapat
ia percayai daripada yang kurang ia percayai. Selain itu, abortus merupakan
tindakan yang sangat merugikan dan menimbulkan efek samping yang berkepanjangan
5. Analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Makassar
Nomor 03/Pid.B/2009/PN MKS tentang Abortus Provocatus
a) Duduk Perkara
Terdakwa (Akbar Arsyad) tidak
menerima kehamilan kekasihnya (Marwan Agustianti), karena hasil dari
persetubuhan di luar nikah, lalu dengan kesepakatan dan atas izin kekasihnya,
menyuruh seorang dukun beranak (Dg. Bollo) membantu menggugurkan kandungan
kekasihnya Marwan Agustianti serta membayar ongkos yang diperlukan untuk
mewujudkan niatnya menggugurkan (mematikan kandungan wanita kekasihnya.
Tindakan pengguguran kandungan
dimaksud, mengakibatkan matinya wanita hamil (Marwan Agustianti) kekasihnya,
sehingga Jaksa Penuntut Umum Mensplit (memisahkan) kualitas terdakwa dengan
kualitas dukun beranak yang memberikan ramuan untuk gugurnya kandungan korban.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dukun beranak didakwa dalam perkara yang
lain.
b) Dakwaan Penuntut Umum
Jaksa Penuntut Umum mengajukan
terdakwa di depan sidang Pengadilan Negeri Makassar, dengan dakwaan tunggal
melanggar Pasal 348 ayat (2) jo. Pasal 55 KUHP, sebagai berikut:
Bahwa
ia terdakwa Akbar Arsyad pada hari Jum’at, 24 Oktober 2008, sekitar pukul 15.00
wita atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Oktober tahun 2008
bertempat di jalan Banta-bantaeng No. 19 Makassar, tepatnya di rumah saksi Dg.
Bollo atau daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar, ia terdakwa dengan sengaja
menyuruh melakukan atau mengutarakan maksud atau niat kepada saksi Dg. Bollo
untuk menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita yang bernama Marwan
Agustianti dengan izin perempuan tersebut dengan cara mengantar korban perempuan
Marwan Agustianti ke rumah saksi Dg. Bollo, kemudian menyuruh saksi untuk
menggugurkan kandungan/mematikan kandungan korban dan atas persetujuan saksi
Dg. Bollo, maka pada malam itu juga korban bermalam di rumah saksi Dg. Bollo
dan sekitar pukul 17.00 wita saksi Dg. Bollo mengeluarkan secara paksa dengan
mengurut perut perempuan Marwan Agustianti dengan menggunakan minyak yang
memakai ramuan jahe, serei, lengkuas, merica, ketumbar dan bawang merah
kemudian memberikan minuman kepada korban berupa air yang sudah di jampi.
Keesokan harinya sekitar pukul 21.00 wita saksi memasukkan ke alat kemaluan
korban berupa batang jarak, setelah beberapa saat batang jarak tersebut
dicabut, maka kandungan perempuan Marwan Agustianti robek sehingga janin keluar
dari dalam kandungan yang disertai dengan perdarahan, kemudian perempuan Marwan
Agustianti merasa sakit sehingga korban diantar ke rumah sakit Labuang Baji
oleh saksi Dg. Bollo dan pada hari itu juga perempuan Marwan Agustianti
meninggal dunia sesuai Visum et Repertum dari Laboratorium llmu Kedokteran
Kehakiman Fakultas Kedokteran Unhas; Atas perbuatan terdakwa yang menyuruh
saksi Dg. Bollo untuk menggugurkan kandungan mengakibatkan perempuan Marwan
Agustianti meninggal dunia; Melanggar Pasal 348 ayat (2) jo Pasal 55 KUHP.
c) Tuntutan Penuntut Umum
Berdasarkan hasil pemeriksaan di
depan persidangan Jaksa Penuntut Umum mengajukan requisitoir atas diri terdakwa
yang pada pokoknya menyatakan bahwa:
Terdakwa
Akbar Arsyad bersalah melakukan tindak pidanaturut serta menyebabkan gugur/mati
kandungan seorang perempuan yang menyebabkan perempuan itu mati sebagaimana
diatur dalam Pasal 348 ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke KUHP, karena itu
menuntut agar terdakwa Akbar Arsyad dengan pidana penjara selama 2 tahun 6
bulan dipotong selama terdakwa berada dalam tahanan, menetapkan supaya terdakwa
membayar biaya perkara sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah);
d) Pertimbangan Hakim
Pengadilan Negeri Makassar, Majelis
Hakim yang menyidangkan perkara pidana ini memberikan pertimbangan hukum,
sebagai berikut:
Menimbang, bahwa terdakwa berdasar
surat dakwaan tanggal 30 Desember 2008 di dakwa melanggar Pasal 348 ayat (2)
jo. Pasal 55 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
a. Barang
siapa turut serta;
b. Dengan
sengaja;
c. Menggugurkan
kandungan seorang perempuan;
d. Dengan
persetujuan perempuan tersebut;
e. Mengakibatkan
perempuan itu meninggal dunia.
Menimbang,
bahwa untuk menentukan apakah terdakwa dapat dipersalahkan terhadap apa yang
didakwakan maka Majelis akan menghubungkan keterangan saksi-saksi, keterangan
terdakwa dan surat Visum et Repertum yang terdapat dalam berkas perkara untuk
membuktikan unsur-unsur kejahatan yang didakwakan: Ad.c. Dari keterangan saksi
Djufri yang menjelaskan, saksi menanya istrinya Dg. Bollo setelah melihat
terdakwa dan perempuan Marwan Agustianti berada di rumah istrinya mengatakan
bahwa perempuan Marwan Agustianti akan menggugurkan kandungan, dihubungkan
dengan keterangan saksi Dg. Bollo yang mengatakan pada tanggal 25 Oktober 2008
dan tanggal 26 Oktober 2008 sekitar jam 21.00 wita saksi mulai lagi
menggugurkan kandungan Marwan Agustianti dengan menusuk kemaluan Marwan
Agustianti dengan batang jarak yang telah direndam dengan airpanas, kurang
lebih 1 jam korban Marwan Agustianti merasa sakit perut dan tidak lama kemudian
keluarlah darah bersama janinnya dari perut Marwan Agustianti, dihubungkan
dengan keterangan terdakwa yang mengatakan bahwa terdakwa datang ke rumah Dg.
Bollo di Banta-bantaeng bersama Marwan Agustianti pada hari Jum’at tanggal 24
Oktober 2008 jam 15.00 wita terdakwa mengutarakan pada Dg. Bollo maksud Marwan
Agustianti akan menggugurkan kandungannya; pada malam Minggu tanggal 25 hingga
26 Oktober 2008 waktu terdakwa menginap di rumah Dg. Bollo di kamar
bersebelahan dengan kamar tempat Dg. Bollo menggugurkan kandungan Marwan
Agustianti, Dg. Bollo memperlihatkan darah dan gumpalan darah yang keluar tapi
terdakwa tidak mau melihatnya; terdakwa melihat kain sorting yang dipakai
Marwan Agustianti penuh darah dan Marwan Agustianti mengeluh sakit perut. Berdasarkan
fakta-fakta tersebut dalam kaitannya satu sama lain Majelis berpendapat unsur
“menggugurkan kandungan seorang perempuan” telah terbukti secara sah dan
meyakinkan.
Ad.d.
Dari keterangan saksi Dg. Bollo yang menjelaskan terdakwa dan perempuan Marwan
Agustianti datang ke rumahnya terdakwa menyampaikan tujuan mereka untuk
menggugurkan kandungan Marwan Agustianti dan menyerahkan uang untuk keperluan
tersebut sejumlah Rp. 80.000,- bahwa dua minggu sebelum kejadian terdakwa
dengan Marwan Agustianti juga pernah datang ke tempat saksi dengan maksud yang
sama dihubungkan dengan keterangan terdakwa yang menjelaskan terdakwa dan
Marwan Agustianti pergi bersama ke rumah Dg. Bollo di Bantabantaeng untuk
menggugurkan kandungan Marwan Agustianti, setelah mengantar Marwan Agustianti
terdakwa kembali pulang ke rumahnya setelah mengutarakan maksud Marwan
Agustianti kepada Dg. Bollo.
Marwan
menginap di rumah Dg. Bollo 2 malam dan terdakwa 1 malam; 2 minggu sebelum
kejadian terdakwa dan Marwan Agustianti juga pernah ke tempat Dg. Bollo dengan
maksud yang sama tetapi waktu itu tidak jadi terlaksana karena orang tua Marwan
Agustianti berada di Makassar; dihubungkan dengan keterangan saksi Djufri yang
melihat Marwan dan terdakwa (Akbar Arsyad) bermalam di rumahnya pada minggu
tanggal 24 jalan 26 Oktober 2008. Bahwa dari fakta-fakta tersebut diatas dalam
kaitannya satu sama lain Majelis berpendapat unsur “Dengan persetujuan
perempuan tersebut” telah terbukti dengan sah dan meyakinkan.
Ad.e.
Dari keterangan saksi Ir. Muslim Bin Abdullah, saksi Amiruddin, saksi Ida
Maftuna, saksi Hamzah yang mengatakan Marwan Agustianti meninggalkan rumah pada
hari Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 jam 11.00 wita dan pada hari Minggu tanggal
26 Oktober 2008 telah meninggal dunia di Rumah Sakit Labuang Baji dihubungkan
dengan keterangan saksi Andi Yusuf yang mengantar Marwan Agustianti dengan
mobil sampai di perempatan jalan Andi Pangerang Petta Rani dengan jalan Sultan
Alauddin dihubungkan dengan keterangan saksi Djufri yang melihat Marwan
Agustianti ke Rumah Sakit di antar oleh istrinya Dg. Bollo dikaitkan dengan
keterangan saksi Dg. Bollo yang mengatakan bahwa setelah keluar darah bersama
janinnya dari perut Marwan Agustianti dan Marwan Agustianti merasa sakit
kepala, demam dan perdarahan karena itu pada hari Minggu tanggal 26 Oktober
2008 jam 11.00 wita dibawa ke Rumah Sakit Labuang Baji dan tidak lama kemudian
Marwan Agustianti meninggal dunia dan saksi pulang kembali ke rumahnya
dikaitkan lagi dengan keterangan terdakwa yang mengatakan setelah kembali dari membeli
obat dengan resep yang diberi tahu oleh suster bahwa pacarnya Marwan Agustianti
telah meninggal dunia dihubungkan lagi dengan Visum et Repertum dari
Laboratorium llmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Unhas yang
menjelaskan bahwa perempuan Marwan Agustiawan, umur 22 tahun telah meninggal
dunia karena shock hypovolemik akibat perdarahan pada rahim.
Berdasarkan
fakta-fakta tersebut di atas dalam kaitannya satu sama lain Majelis berpendapat
bahwa unsur “mengakibatkan perempuan itu meninggal dunia” telah terbukti secara
sah dan meyakinkan.
Ad.a.
dan b. Dari keterangan saksi Djufri yang melihat perempuan Marwan Agustianti
dan terdakwa berada di rumahnya dan menanyakan pada Dg. Bollo istrinya yang
mengatakan bahwa terdakwa dan perempuan Marwan Agustianti kesana bertujuan
untuk menggugurkan kandungan perempuan Marwan dihubungkan dengan keterangan
saksi Dg. Bollo yang menyatakan pada had Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 sekitar
jam 15.00 wita terdakwa beserta perempuan Marwan dating ke rumah saksi di
Banta-Bantaeng dengan maksud untuk menggugurkan kandungan Marwan disampaikan
oleh terdakwa kepada saksi, setelah itu terdakwa pulang kembali ke rumahnya dan
perempuan Marwan tinggal di rumah saksi menggugurkan kandungan Marwan pada
malam Minggu tanggal 25 Jalan 26 Oktober 2008 terdakwa bermalam di rumah saksi
Dg. Bollo dan setelah darah beserta janinnya keluar dari perut perempuan Marwan
Agustianti, saksi memperlihatkan kepada terdakwa Akbar Arsyad tetapi terdakwa
tidak mau melihatnya; terdakwa pada malam itu berada di kamar sebelah yang
bersebelahan dinding saja dengan kamar tempat saksi menggugurkan kandungan
Marwan; bahwa 2 minggu sebelum kejadian terdakwa bersama perempuan Marwan
pernah juga datang ke tempat saksi dengan tujuan menggugurkan kandungan Marwan
tapi tidak jadi karena katanya orang tua Marwan Agustianti berada di Makassar,
dihubungkan lagi dengan keterangan saksi Ir. Muslimin Abdullah, Amiruddin, Ida
Maftunah dan Hamzah yang menjelaskan bahwa terdakwa sering ke rumah karena
pacaran dengan Marwan Agustianti dan selalu keluar berduaan dan saksi Amiruddin
mengatakan pula bahwa pada hari Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 sekitar 09.30
wita selama keluar rumah Marwan terima telepon dari terdakwa yang dikaitkan
lagi dengan keterangan terdakwa yang menjelaskan bahwa terdakwa bersama Marwan
pada hari Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 jam 15.00 wita ke rumah saksi Dg.
Bollo di Banta-Bantaeng No. 19 Makassar sampai di sana terdakwa mengutarakan
maksud terdakwa bahwa Marwan akan meiakukan pengguguran kandungan.
Setelah
saksi Dg. Bollo dan terdakwa pulang ke rumahnya dan malamnya (malam sabtu)
terdakwa datang kembali ke tempat saksi Dg. Bollo, perempuan Marwan sudah di
obati kata saksi Dg. Bolio pada malam minggu tanggal 25 Oktober 2008 jalan 26
Oktober 2008 terdakwa menginap di rumah saksi Dg. Bollo atas permintaan Marwan
dan pada malam itu saksi Dg. Bollo berhasil menggugurkan kandungan Marwan,
terdakwa meiihat kain sarung yang dipakai Marwan penuh darah dan perempuan
Marwan mengeluh sakit perut. Hari minggu tanggal 27 Oktober 2008 jam 08.00 wita
terdakwa Akbar Arsyad kembali pulang ke rumahnya dan kembali lagi ke rumah
saksi Dg. Bollo jam 11.00 wita untuk menemui Marwan tapi kata saksi Djufri,
Marwan Agustianti telah dibawa ke Rumah Sakit Labuang Baji oleh saksi Dg. Bollo
dan terdakwa lantas ke Rumah sakit bersama Djufri sampai di sana tidak boleh
masuk. Tak lama kemudian suster memberi resep kepada terdakwa (Akbar Arsyad)
dan terdakwa pergi membeli obat, kembali ke Rumah Sakit terdakwa diberitahu
oleh suster bahwa Marwan telah meninggal dunia, terdakwa mengatakan bahwa dua
minggu sebelum kejadian terdakwa bersama Marwan sudah pernah ke rumah saksi Dg.
Bollo dengan maksud untuk menggugurkan kandungannya, tapi tidak jadi karena
orang tua Marwan berada di Makassar, terdakwa pacaran dengan Marwan Agustianti
sejak bulan Mei 2008 dan melakukan hubungan kelamin seperti suami istri pada
bulan Juli 2008 dan menurut perkiraan terdakwa perempuan Marwan baru hamil 3
bulan.
Dari
fakta-fakta tersebut di atas dalam kaitannya satu sama lain Majelis berpendapat
bahwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan “ terdakwa turut serta melakukan
kejahatan karena terdakwa menghendaki terjadinya pengguguran kandungan dengan
mengutarakan kepada saksi Dg. Bollo bahwa mereka bersama Marwan untuk
menggugurkan kandungan karena kehendak Marwan ini maka saksi Dg. Bollo telah
melaksanakannya bahwa timbulnya kesengajaan/kehendak dari Dg. Bollo selaku
pelaku ialah karena suruhan/permintaan dari terdakwa, jadi karena itu unsur
“Barangsiapa (a) dan dengan sengaja (b) telah terbukti”
Menimbang,
bahwa karena semua unsur telah terbuktii secara sah dan meyakinkan maka
terdakwa dapat dipersalahkan melanggar Pasal 348 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 KUHP
“Turut serta dengan sengaja menggugurkan kandungan seoran perempuan dengan izin
perempuan itu mengakibatkan perempuan itu meninggal dunia.”
Menimbang,
bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan kejahatan seperti tersebut di atas,
sedang di persidangan tidak terbukti adanya alasan terdakwa harus dijatuhi
hukuman.pemaat dan alasan yang membenarkan bagi terdakwa Akbar Arsyad , maka
terdakwa harus dipertanggungjawabkan terhadap kejahatan yang telah diperbuatnya
dan karena.
Menimbang,
bahwa sebelum menjatuhkan hukuman Majelis mempertimbangkan hal-hal yang
memberatkan dan hal-hal yang meringankan:
Hal
yang memberatkan:
Terdakwa
telah, melakukan perbuatan yang tercela sedangkanterdakwa telah berpendidikan
tinggi
Hal
yang meringankan:
a.
Terdakwa belum pernah di hokum
b.
Terdakwa berlaku sopan di persidangan
c.
Terdakwa menyesali perbuatannya, dan akibat
perbuatannya terdakwa menanggung beban moril, karena itu hukuman yang
dijatuhkan menurut Majelis sudah sepatutnya dengan kejahatan yang telah
dilakukan oleh Terdakwa.
Menimbang,
bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan, maka dalam menjatuhkan putusan ini
akan diperhitungkan sepenuhnya dan beralasan pula untuk menetapkan agar
terdakwa tetap di tahan.
Menimbang,
bahwa karena terdakwa dihukum, maka dia di hukum pula untuk membayar ongkos
perkara.
e) Amar Putusan
Berdasarkan pertimbangan hukum yang
dihubungkan dengan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan
terdakwa, Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana ini menjatuhkan
putusan atas diri terdakwa sebagaimana tertuang dalam amar putusan, sebagai
berikut:
a.
Menyatakan bahwa terdakwa Akbar Arsyad yang
identifikasinya seperti tersebut di atas telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan kejahatan “Turut serta dengan sengaja
menggugurkan kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu
mengakibatkan perempuan itu meninggal dunia,” sesuai dengan Pasal 348 ayat (2)
KUHP jo. Pasal 55 KUHP;
b.
Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama satu
tahun enam bulan, dipotong selama terdakwa berada dalam tahanan;
c.
Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;
d.
Menghukum terdakwa agar membayar ongkos perkara
sebanyak Rp. 1.000,- (seribu rupiah).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan dari uraian peristiwa
delik Abortus Provokatus atau pengguguran kandungan yang menyebabkan terdakwa
dijatuhi hukuman pidana penjara selama terdakwa berada dalam tahanan. Penulis
merasa perlu memberikan komentar terhadap putus Pengadilan Negeri Makassar No.
03/Pid.B/2009/PN Makassar.
Di dalam pertimbangan hukum
pengadilan ternyata terdakwa di persalahkan melakukan perbuatan tercela yakni
turut serta dalam suatu kejahatan pengguguran kandungan, yang menyebabkan
wanita yang menggugurkan kandungan tersebut meninggal dunia. Dengan demikian,
Majelis Hakim memandang bahwa pengguguran kandungan itu termasuk perbuatan
tercela, karena melanggar norma hukum, norma agama, norma kesusilaan serta
norma kesopanan.
Dari hasil penelitian dan pembahasan
dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Abortus Provokatus merupakan masalah yang ada namun
susah terdeteksi karena laporan yang kadang tidak sampai ke aparat hukum untuk
ditindak lebih lanjut, kadang abortus telah terjadi dan masalah itu dianggap
selesai, kecuali pelaku abortus tersebut meninggal dunia barulah kadang ada
laporan dari pihak rumah sakit atau klinik tempat kejadian. Setiap tahun kasus
abortus provokatus masih sering terjadi, tidak ada peningkatan akan kejadiannya
2.
Sanksi hukum yang dijatuhkan untuk pelaku abortus,
yang ikut membantu melakukan dan yang berhubungan dengan abortus tersebut sudah
diatur dan telah diterapkan oleh para penegak hukum, sesuai KUHP dan UU
Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Adriyati
Rafli, 2007. Kemitraan dalam Hubungan
Dokter-Pasien. Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia,2008. Penyelenggaraan
Praktik Kedokteran yang baik di Indonesia dan dilengkapi Peraturan Teknis
Terkait.Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Guwandi
J, 2006. Dugaan Malpraktek Medik &
Draft RPP:Perjanjian Terapetik antara Dokter dan Pasien. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
_________,
2007. Dokter,Pasien dan Hukum.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Hendrojono
Soewono, 2007. Batas Pertanggungjawaban
Hukum Malpraktik Dokter dalam Transaksi dan Terapeutik. Srikandi.
Merdias
almatsier dkk, 2006. Himpunan Peraturan
Tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Pustaka
Yustisia, 2009. Himpunan Perundangan Anti
Malpraktik kedokteran dan kesehatan. PT Pustaka Yustisia. Jakarta
Van
der Mijn, 1984, The Development of Health
Law in the Nederlands, Tim Pengkajian Hukum Kedokteran, Badan Pembinaan
Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI bekerja sama dengan PERHUKI dan PB IDI,
Jakarta.
Genevieve
Pinet, 1998, Health Challenges of The
21st Century a Legislative Approach to Health Determinants, Artikel dalam
International Digest of Health Legislations,
Vol 49 No. 1, 1998, Geneve.
Roscam
Abing, 1998, Health, Human Rights and
Health Law The Move Towards Internationalization With Special Emphasis on
Europe dalam Journal International Digest
of Health Legislations, Vol 49 No. 1, 1998.
Tom
L. Beauchamp dan James F. Childress, Principles
of Biomedical Ethics, 1994, Oxford University Press, New York..
Bruggink,
1993, Rechtsrefleeties,
Grondbegrippen uit de Rechtstheorie, Kluwer, Deventer.
Komentar
Posting Komentar