JOURNAL HUKUM PERTANGGUNGJAWABAN MEDIS TERHADAP TERJADINYA ABORTUS PROVOKATUS CRIMINALIS



JOURNAL HUKUM
PERTANGGUNGJAWABAN MEDIS TERHADAP TERJADINYA
ABORTUS PROVOKATUS CRIMINALIS
Sumber dari: Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa
Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 47, Sungguminasa, Gowa, Sulawesi Selatan
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum
Dosen : Dr. Inge Dwisvimiar, M.Hum

Di Susun Oleh :
HAERUL HIDAYATULLOH
NPM : AB201510044

JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA) BANTEN
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, semoga rahmat dan keselamatan dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan kita selaku Umatnya.  Amiin.
Setelah terselesaikannya makalah ini yang membahas, Pertanggung Jawaban Medis Terhadap Terjadinya Abortus Provokatus Criminalis (Tinjauan Hukum Kesehatan dan Psikologi Hukum) Mudah-mudahan ini bisa menjadi pahala bagi menyusun makalah ini dan bisa bermanfaat bagi yang membaca.
Dan dengan adanya makalah ini, di harapkan dapat meningkatkan pemahaman  serta untuk menambah khazanah keilmuan Mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH) tentang, Abortus Provokatus Criminalis serta dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Demikianlah, semoga Allah SWT meridhoi usaha kita dan mencapai hasil yang di harapkan.
Wassalamu’alaikum.Wr.Wb.


Pandeglang, 29 Sept 2015


  Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR-------------------------------------------------------- i
DAFTAR ISI-------------------------------------------------------------------- ii
ABSTRACT--------------------------------------------------------------------- iii
BAB 1     PENDAHULUAN
A.   Latar belakang-------------------------------------------------- 1
B.   Rumusan masalah--------------------------------------------- 5
C.   Tujuan penulisan---------------------------------------------- 5
BAB II    PEMBAHASAN
Abortus provokatus criminalis--------------------------------- 6
A.   Metode penelitian---------------------------------------------- 9
B.   Hasil penelitian------------------------------------------------- 10
BAB III  PENUTUP
A.   Kesimpulan----------------------------------------------------- 21
DAFTAR PUSTAKA--------------------------------------------------------- 22










Abstract
This study aimed to perceive the occurance development of Abortus Provocatus Criminalis in Makassar in the last five years (2006-2010), the supervision carried out by the Indonesian Medical Council could prevent the occurance possibility of the Abortus Provocatus Criminalis , and the application of criminal legal sanction could give impact psychologically and could suppress the occurance of Abortus Provocatus Criminalis. The results of the research reveals that there is an increase of the abortus cases that occurring in Makassar city, there are 18 cases for the last five years. The police work as maximal as possible to arrest the Abortus doers which later the cases will be delivered to the office of the counsel for the Prosecution and be settled in the court of law. However, the health professions themselves have conducted the supervision by the Indonesia Medical Council for the abortion actions which are carried out by doctors,midwives, nurses or paramedics by socializing the dangers of the abortion actions.
Keywords: Medical Liability, Abortus Provocatus Criminalis

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan terjadinya Abortus Provokatus Criminalis di Kota Makassar dalam 5 Tahun terakhir (2006–2010), pengawasan yang dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia dalam membendung kemungkinan terjadinya Abortus Provokatus Criminalis, serta penerapan sanksi hokum pidana berpengaruh secara psikologis dan menekan terjadinya Abortus Provokatus Crimininalis. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan kasus abortus yang terjadi di kota Makassar, terdapat 18 kasus selama 5 tahun terakhir. Pihak kepolisian bekerja semaksimal mungkin untuk mendapatkan pelaku aborsi yang nantinya kasus ini diserahkan di kejaksaan dan diselesaikan di pengadilan. Namun dari pihak profesi kesehatan sendiri telah dilakukan pengawasan oleh Konsil Kedokteran Indonesia untuk segala tindakan aborsi yang dilakukan oleh dokter, bidan, perawat atau tenaga kesehatan dengan memberikan sosialisasi tentang bahaya dari tindakan aborsi.
Kata Kunci: Pertanggungjawaban Medis, Abortus Provocatus Criminalis








BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Hukum merupakan salah satu bidang yang keberadaannya sangat essensial sifatnya untuk menjamin kehidupan bermasyarakat dan bernegara, apalagi negara indonesia adalah Negara hukum, yang berarti bahwa setiap perbuatan aparat negara harus berdasar hukum, serta setiap warga harus mentaati hukum. Dengan perkembangan dunia yang semakin kompleks dewasa ini, maka tidak jarang pula menimbulkan berbagai permasalahan serius yang perlu mendapatkan perhatian sedini mungkin. Permasalahan yang timbul itu, baik berupa pelanggaran terhadap norma-norma yang ada dalam kehidupan bermasyarakat ataupun aturan-aturan yang bertendensi untuk menciptakan suatu fenomena yang bertentangan dengan kaidah moral dan kaidah susila serta aturan-aturan hukum. Pelanggaran yang terjadi merupakan realitas dari keberadaan manusia yang tidak bisa menerima aturanaturan itu secara keseluruhan.
Kalau hal semacam itu terus dibiarkan berlarut-larut dan kurang mendapat perhatian, maka akan menimbulkan keresahan dalam masyarakat sehingga dapat mengganggu ketertiban umum.Salah satu jenis pelanggaran yang biasa terjadi dalam masyarakat yang bertentangan dengan kaidah moral, etika dan agama terlebih lagi terhadap peraturan hukum yang tertuang dalam KUHP adalah pengguguran kandungan yang biasa disebut Abortus.
Abortus provokatus atau yang lebih popular di Indonesia disebut aborsi adalah suatu kejahatan dengan fenomena gunung es. Kasus-kasus pengguguran kandungan banyak ditemukan di masyarakat, namun yang diproses di tingkat Pengadilan hanya sedikit sekali. Hal tersebut antara lain disebabkan sulitnya para penegak hukum dalam mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyeret pelaku abortus provokatus ke “meja hijau”. Realitas seperti ini dapat dipahami, karena aborsi tidak memberikan dampak yang nyata sebagaimana tindak pidana pembunuhan yang secara riil dapat diketahui akibatnya. Aborsi baik proses dan hasilnya lebih bersifat pribadi, sehingga sulit dideteksi.
 Masalah abortus atau lebih dikenal dengan istilah pengguguran kandungan, keberadaannya merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan bahkan menjadi bahan bahasan yang menarik serta dilema yang saat ini menjadi fenomena sosial. Abortus Provokatus merupakan cara yang paling sering digunakan mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga cara yang paling berbahaya. Abortus Provokatus Kriminalis adalah Abortus Provokatus yang secara sembunyi-sembunyi dan biasanya oleh tenaga yang tidak terdidik secara khusus, termasuk ibu hamil yang menginginkan perbuatan Abortus Provokatus tersebut. Abortus Provokatus Kriminalis merupakan salah satu penyebab kematian wanita dalam masa subur di negara-negara berkembang. Abortus (pengguguran kandungan) merupakan masalah yang cukup pelik, karena menyangkut banyak aspek kehidupan manusia yang berkaitan dengan etika, moral dan agama serta hukum.
Menurut undang-undang yang berlaku saat ini, pengguguran kandungan yang semata dimaksudkan merusak atau membunuh janin termasuk dalam pengertian tindak pidana kejahatan terhadap nyawa, sebagaimana diatur dalam BAB XI Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Melihat ketentuan Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 dan Pasal 299 KUHP, sanksi pidana dapat dikenakan kepada orang yang melakukan dan yang menganjurkan pengguguran kandungan serta wanita hamil yang dengan sengaja menyebabkan pengguguran kandungan. Agar lebih efektif, perbuatan kejahatan abortus yang sulit upaya pembuktiannya, pembuat undang-undang mengatur masalah tersebut dalam Pasal 299 KUHP sebagai langkah yang bersifat preventif.
Semua abortus, tanpa memandang alasan-alasannya, merupakan suatu tindakan yang dapat dikenai sanksi pidana. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, masalah pengguguran kandungan tampak terpendam dan tanpa gejolak. Namun demikian, praktik pengguguran kandungan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab berjalan terus secara gelap. Bahkan akhir-akhir ini media massa menulis tentang pengguguran kandungan yang dilakukan tenaga medis. Praktik abortus sudah bukan rahasia lagi, terutama sebagai akibat dari semakin meluasnya budaya pergaulan bebas dan prostitusi dewasa ini. Juga dengan semakin meningkatnya kasus-kasus kehamilan diluar nikah dan multiplikasi keragaman motivasi. Hal tersebut pada gilirannya mendorong orang-orang tertentu cenderung menggugurkan kandungan sebagai solusi untuk menghilangkan aib.
Sebenarnya, tindakan menggugurkan kandungan sebagaimana tersebut di atas dapat dicegah, terutama jika kalangan medis secara kokoh berpedoman pada kode etik kedokteran dan hukum yang berlaku di Indonesia serta sumpah dokter yang di ucapkannya. Asumsi tersebut dapat dibuktikan melalui Kode Etik Kedokteran yang termuat dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan No. 4341 Men.Kes/SK/X/1983 yang menegaskan bahwa, “dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi”. Hal ini kemudian diperkuat dalam Pasal 10 peraturan yang sama, yaitu, “setiap dokter harus senantiasa mengingatkan kewajiban melindungi hidup makhluk insan.” Demikian juga isi lafal sumpah dokter yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun l960 yang menyebutkan, “saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.”
Hadirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), juga mengupas masalah abortus. Hal tersebut tertera dalam Pasal 15 ayat (1) yang menentukan sebagai berikut: “Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu”. Mencermati penerapan Pasal 15 UU Kesehatan, terdapat kesan telah dilakukan legalisasi tindakan abortus. Kurangnya wawasan para dokter dan pemahaman atas isi pasal ini dapat berdampak negatif, dalam arti, seakan-akan para dokter memperoleh kewenangan untuk melakukan perbuatan melawan hukum, yakni abortus yang dilarang oleh pasal-pasal dalam KUHP.
Maraknya aborsi di masyarakat dapat dilihat dari data-data yang antara lain disampaikan oleh Federasi Perkumpulan Keluarga Berencana Internasional yang menyebutkan bahwa setiap tahun lebih dari 15 juta gadis berusia 15-19 tahun mengalami
kehamilan diluar nikah, 5 juta diantaranya melakukan abortus.1 Di Indonesia diperkirakan setiap tahun dilakukan sejuta abortus provokatus tidak aman. Data kongkrit yang ditulis oleh Muhammad Faisal dan Sabir Ahmad, menunjukkan perkiraan setiap tahun di Indonesia terjadi 16,7 sampai dengan 22,2 abortus provokatus perseratus kelahiran hidup. Selama dalam satu dekade terakhir tahun 2000 sampai 2009 kasus-kasus abortus provokatus di Indonesia yang tergolong spektakuler dan berhasil diungkap serta diselesaikan lewat jalur hukum, hanya kasus abortus provokatus di Jakarta Utara pada tahun 2007 dan kasus abortus provokatus di Surabaya pada akhir tahun 2008. Terbongkarnya kasus abortus provokatus di Jakarta diawali dengan ditemukannya sebelas jasad janin di bawah jembatan Warakas pada bulan November 2007. Penemuan jasad tersebut amat mengejutkan dan sempat menjadi bahan berita berskala nasional.
Adapun ketentuan yang mengatur mengenai pengguguran kandungan atau abortus tersebut, yaitu tertuang dalam Pasal 346, 347,348 dan 349 KUHP. Pasal 346, menyebutkan:
a.       Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama–lamanya empat tahun.
b.      Pengguguran kandungan (abortus) atas bantuan seorang dokter atau ahli kandungan atau tenaga kesehatan dengan pertimbangan demi keselamatan ibu yang sedang hamil, secara yuridis adalah perbuatan yang tidak melanggar hukum, bahkan dibenarkan oleh Undang-Undang. Lain halnya bila kandungan digugurkan atau dimatikan karena alas an malu dan takut akan aib keluarganya, teman sejawatnya dan lebih luas lagi masyarakat sekitarnya, maka tindakan semacam inilah yang dilarang oleh aturan hukum pidana. Dengan demikian pelaku pengguguran kandungan telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Artinya perbuatan itu harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan kesalahannya.
c.       Pengguguran kandungan tanpa didasarkan pertimbangan medis, perbuatan yang demikian dalam hukum pidana disebut Abortus Provokatus, melanggar norma hukum, norma kesusilaan dan norma agama, sehingga pelakunya harus dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu terlihat dari semakin turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 2008) menjadi 0,664 atau peringkat ke 90 (HDR 2010). GDI mengukur angka harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor per kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara lakilaki dan perempuan. Di bidang pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut Susenas 2009, jumlah perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf (14,1%) lebih besar daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%).2
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2004 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 2004, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih sangat rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi. Namun tidak semua kehamilan diharapkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami kehamilan tak diinginkan. Banyak hal yang menyebabkan seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara lain karena perkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya.
Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan, diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukansendiri maupun dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani oleh orang yang tidak kompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi standar. Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak perempuan harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui.
Abortus Provocatus dapat terjadi karena adanya bantuan orang lain, berarti orang yang membantu akan dikenakan pula hukuman sesuai kualitas keterlibatannya sebagaimana yang diatur dan diancam pidana menurut Pasal 55 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 56 KUHP.
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Ahli agama melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat bahwa melakukan abortus buatan adalah perbuatan dosa. Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alas an ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan. Demikian halnya dengan negara-negara di dunia, pada umumnya setiap negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya abortus buatan meskipun pelarangan tersebut tidak bersifat mutlak.
Data diperoleh dari Federasi Perkumpulan Keluarga Berencana Internasional.


B.     RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, penulis kemudian mengidentifikasi rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana perkembangan terjadinya Abortus Provokatus Kriminalis di Kota Makassar dalam 5 Tahun terakhir (2006-2010)?
2.      Sejauhmana penerapan sanksi hukum pidana berpengaruh secara psikologis dan menekan terjadinya Abortus Provokatus Krimininalis?
C.     TUJUAN PENULISAN
            Membahas tentang berbagai kasus Abortus Provokatus Kriminalis Berdasarkan data yang dihimpun penulis dari Kantor Polrestabes Kota Makassar,diketahui bahwa selama kurun waktu dan tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 telah terjadi 18 kasus delik abortus provocatus, mengakibatkan meninggalnya wanita hamil yang menggugurkan kandungannya sebanyak 5 orang
            Di dalam pertimbangan hukum pengadilan ternyata terdakwa di persalahkan melakukan perbuatan tercela yakni turut serta dalam suatu kejahatan pengguguran kandungan, yang menyebabkan wanita yang menggugurkan kandungan tersebut meninggal dunia. Dengan demikian, Majelis Hakim memandang bahwa pengguguran kandungan itu termasuk perbuatan tercela, karena melanggar norma hukum, norma agama, norma kesusilaan serta norma kesopanan.












BAB II
PEMBAHASAN
ABORTUS PROVOKATUS CRIMINALIS
Abortus provokatus atau yang lebih popular di Indonesia disebut aborsi adalah suatu kejahatan dengan fenomena gunung es. Kasus-kasus pengguguran kandungan banyak ditemukan di masyarakat, namun yang diproses di tingkat Pengadilan hanya sedikit sekali. Hal tersebut antara lain disebabkan sulitnya para penegak hukum dalam mengumpulkan bukti-bukti yang dapat menyeret pelaku abortus provokatus ke “meja hijau”. Realitas seperti ini dapat dipahami, karena aborsi tidak memberikan dampak yang nyata sebagaimana tindak pidana pembunuhan yang secara riil dapat diketahui akibatnya. Aborsi baik proses dan hasilnya lebih bersifat pribadi, sehingga sulit dideteksi.
Masalah abortus atau lebih dikenal dengan istilah pengguguran kandungan, keberadaannya merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan bahkan menjadi bahan bahasan yang menarik serta dilema yang saat ini menjadi fenomena sosial. Abortus Provokatus merupakan cara yang paling sering digunakan mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga cara yang paling berbahaya. Abortus Provokatus Kriminalis adalah Abortus Provokatus yang secara sembunyi-sembunyi dan biasanya oleh tenaga yang tidak terdidik secara khusus, termasuk ibu hamil yang menginginkan perbuatan Abortus Provokatus tersebut. Abortus Provokatus Kriminalis merupakan salah satu penyebab kematian wanita dalam masa subur di negara-negara berkembang. Abortus (pengguguran kandungan) merupakan masalah yang cukup pelik, karena menyangkut banyak aspek kehidupan manusia yang berkaitan dengan etika, moral dan agama serta hukum.
Menurut undang-undang yang berlaku saat ini, pengguguran kandungan yang semata dimaksudkan merusak atau membunuh janin termasuk dalam pengertian tindak pidana kejahatan terhadap nyawa, sebagaimana diatur dalam BAB XI Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Melihat ketentuan Pasal 346 sampai dengan Pasal 349 dan Pasal 299 KUHP, sanksi pidana dapat dikenakan kepada orang yang melakukan dan yang menganjurkan pengguguran kandungan serta wanita hamil yang dengan sengaja menyebabkan pengguguran kandungan. Agar lebih efektif, perbuatan kejahatan abortus yang sulit upaya pembuktiannya, pembuat undang-undang mengatur masalah tersebut dalam Pasal 299 KUHP sebagai langkah yang bersifat preventif.
Semua abortus, tanpa memandang alasan-alasannya, merupakan suatu tindakan yang dapat dikenai sanksi pidana. Dalam konteks kehidupan sehari-hari, masalah pengguguran kandungan tampak terpendam dan tanpa gejolak. Namun demikian, praktik pengguguran kandungan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab berjalan terus secara gelap. Bahkan akhir-akhir ini media massa menulis tentang pengguguran kandungan yang dilakukan tenaga medis. Praktik abortus sudah bukan rahasia lagi, terutama sebagai akibat dari semakin meluasnya budaya pergaulan bebas dan prostitusi dewasa ini. Juga dengan semakin meningkatnya kasus-kasus kehamilan diluar nikah dan multiplikasi keragaman motivasi. Hal tersebut pada gilirannya mendorong orang-orang tertentu cenderung menggugurkan kandungan sebagai solusi untuk menghilangkan aib.
Sebenarnya, tindakan menggugurkan kandungan sebagaimana tersebut di atas dapat dicegah, terutama jika kalangan medis secara kokoh berpedoman pada kode etik kedokteran dan hukum yang berlaku di Indonesia serta sumpah dokter yang di ucapkannya. Asumsi tersebut dapat dibuktikan melalui Kode Etik Kedokteran yang termuat dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan No. 4341 Men.Kes/SK/X/1983 yang menegaskan bahwa, “dalam melakukan pekerjaan kedokterannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi”. Hal ini kemudian diperkuat dalam Pasal 10 peraturan yang sama, yaitu, “setiap dokter harus senantiasa mengingatkan kewajiban melindungi hidup makhluk insan.” Demikian juga isi lafal sumpah dokter yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun l960 yang menyebutkan, “saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.”
Hadirnya Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), juga mengupas masalah abortus. Hal tersebut tertera dalam Pasal 15 ayat (1) yang menentukan sebagai berikut: “Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu”. Mencermati penerapan Pasal 15 UU Kesehatan, terdapat kesan telah dilakukan legalisasi tindakan abortus. Kurangnya wawasan para dokter dan pemahaman atas isi pasal ini dapat berdampak negatif, dalam arti, seakan-akan para dokter memperoleh kewenangan untuk melakukan perbuatan melawan hukum, yakni abortus yang dilarang oleh pasal-pasal dalam KUHP.
Maraknya aborsi di masyarakat dapat dilihat dari data-data yang antara lain disampaikan oleh Federasi Perkumpulan Keluarga Berencana Internasional yang menyebutkan bahwa setiap tahun lebih dari 15 juta gadis berusia 15-19 tahun mengalami kehamilan diluar nikah, 5 juta diantaranya melakukan abortus.1 Di Indonesia diperkirakan setiap tahun dilakukan sejuta abortus provokatus tidak aman. Data kongkrit yang ditulis oleh Muhammad Faisal dan Sabir Ahmad, menunjukkan perkiraan setiap tahun di Indonesia terjadi 16,7 sampai dengan 22,2 abortus provokatus perseratus kelahiran hidup. Selama dalam satu dekade terakhir tahun 2000 sampai 2009 kasus-kasus abortus provokatus di Indonesia yang tergolong spektakuler dan berhasil diungkap serta diselesaikan lewat jalur hukum, hanya kasus abortus provokatus di Jakarta Utara pada tahun 2007 dan kasus abortus provokatus di Surabaya pada akhir tahun 2008. Terbongkarnya kasus abortus provokatus di Jakarta diawali dengan ditemukannya sebelas jasad janin di bawah jembatan Warakas pada bulan November 2007. Penemuan jasad tersebut amat mengejutkan dan sempat menjadi bahan berita berskala nasional.
Adapun ketentuan yang mengatur mengenai pengguguran kandungan atau abortus tersebut, yaitu tertuang dalam Pasal 346, 347,348 dan 349 KUHP. Pasal 346, menyebutkan:
a)      Perempuan yang dengan sengaja menyebabkan gugur atau mati kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, dihukum penjara selama–lamanya empat tahun.
b)      Pengguguran kandungan (abortus) atas bantuan seorang dokter atau ahli kandungan atau tenaga kesehatan dengan pertimbangan demi keselamatan ibu yang sedang hamil, secara yuridis adalah perbuatan yang tidak melanggar hukum, bahkan dibenarkan oleh Undang-Undang. Lain halnya bila kandungan digugurkan atau dimatikan karena alas an malu dan takut akan aib keluarganya, teman sejawatnya dan lebih luas lagi masyarakat sekitarnya, maka tindakan semacam inilah yang dilarang oleh aturan hukum pidana. Dengan demikian pelaku pengguguran kandungan telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Artinya perbuatan itu harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan kesalahannya.
c)      Pengguguran kandungan tanpa didasarkan pertimbangan medis, perbuatan yang demikian dalam hukum pidana disebut Abortus Provokatus, melanggar norma hukum, norma kesusilaan dan norma agama, sehingga pelakunya harus dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) adalah perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang mendapat akses dan peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu terlihat dari semakin turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 2008) menjadi 0,664 atau peringkat ke 90 (HDR 2010). GDI mengukur angka harapan hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor per kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara lakilaki dan perempuan. Di bidang pendidikan, terdapat perbedaan akses dan peluang antara laki-laki dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut Susenas 2009, jumlah perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf (14,1%) lebih besar daripada laki-laki pada usia yang sama (6,3%).
Angka Kematian Ibu (AKI) menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2004 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran. Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua sebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pemeriksaan kehamilan (Antenatal Care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melakukan ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi menurut SDKI 2004, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan menurut SDKI 1997, masih sangat rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi. Namun tidak semua kehamilan diharapkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami keham tak diinginkan. Banyak hal yang menyebabkan seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara lain karena perkosaan, kehamilan yang terlanjur datang pada saat yang belum diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya.
Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan, diantara jalan keluar yang ditempuh adalah melakukan upaya aborsi, baik yang dilakukansendiri maupun dengan bantuan orang lain. Banyak diantaranya yang memutuskan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak aman sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian karena ditangani oleh orang yang tidak kompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi standar. Keputusan untuk melakukan aborsi bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak perempuan harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup seorang calon manusia yang dikandungnya, sebelum akhirnya mengambil keputusan. Belum lagi penilaian moral dari orang-orang sekitarnya bila sampai tindakannya ini diketahui.
Abortus Provocatus dapat terjadi karena adanya bantuan orang lain, berarti orang yang membantu akan dikenakan pula hukuman sesuai kualitas keterlibatannya sebagaimana yang diatur dan diancam pidana menurut Pasal 55 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 56 KUHP.
Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Ahli agama melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat bahwa melakukan abortus buatan adalah perbuatan dosa. Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alas an ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan. Demikian halnya dengan negara-negara di dunia, pada umumnya setiap negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya abortus buatan meskipun pelarangan tersebut tidak bersifat mutlak.

A.    METODE PENELITIAN
1.      Tipe Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan tipe normatif dan empiris yaitu kombinasi dari penelitian hukum normatif dan penelitian hukum sosiologis empiris:
a)      Penelitian hukum normatif adalah penelitian bahan pustaka atau data–data sekunder yang mencakup bahan hukum primer seperti peraturan perundang–undangan dan bahan hukum sekunder seperti hasil–hasil penelitian, buku–buku yang berkaitan dengan hasil penelitian ini, dan sebagainya.
b)      Penelitian Hukum sosiologis/empiris adalah penelitian terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat.
2.      Jenis dan Sumber Data
a)      Data Primer, yaitu data yang diperoleh melalui wawancara dengan responden dengan menggunakan standar pertanyaan serta pengisian kuisioner secara langsung, yaitu:melakukan wawancara terhadap pelaku delik abortus,pihak organisasi profesi dokter itu sendiri, pihak kepolisian, Kejaksaan Negeri Makassar dan Pengadilan Negeri Makassar
b)      Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dengan cara menelaah literatur, serta peraturan perundang–undangan yang erat hubungannya dengan objek penelitian ini.


B.     HASIL PENELITIAN
1.      Perkembangan Abortus Provokatus Kriminalis di Kota Makassar dan Faktor Penyebabnya
Delik abortus provokatus adalah perbuatan tercela dikategorikan sebagai kejahatan yang diatur dan diancam pidana bagi orang yang melakukannya, karena itu pelaku delik abortus provokatus selalu berusaha untuk tidak diketahui orang lain, terutama pihak yang berwajib (polisi), agar tidak diproses menurut hukum pidana yang berlaku.
Berdasarkan data yang dihimpun penulis dari Kantor Polrestabes Kota Makassar, diketahui bahwa selama kurun waktu dan tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 telah terjadi 18 kasus delik abortus provocatus, mengakibatkan meninggalnya wanita hamil yang menggugurkan kandungannya sebanyak 5 orang.
Dengan demikian, wanita hamil yang menggugurkan kandungannya yang masih hidup tetap diajukan sebagai tersangka, demikian pula halnya dengan orang lain yang membantu (turut serta) sehingga terjadi penguguran kandungan. Berkenaan dengan telah terjadinya delik abortus provokatus dihubungkan dengan ajaran kausalitas keturutsertaan pelaku dalam delik abortus provokatus, maka pihak kepolisian mengusahakan mensplit (memisahkan) kedudukan tersangka menjadi 18 perkara, sebagaimana dalam table dibawah ini.
Tabel 1. Jumlah Delik Abortus Provocatus di Kota Makassar
Tahun 2005-2010
Tahun
Delik  Abortus
Kasus
Provocatus
Meninggal Dunia
Jumlah
Persentase (%)
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2
2
1
6
5
2
1
1
-
2
1
-
2
2
1
6
5
2
11,11
11,11
5,56
33,33
27,78
11,11
                                          Sumber Data: Kantor Polrestabes Kota Makassar, Tahun 2011

Tabel tersebut di atas, memberikan gambaran tentang jumlah delik abortus provokatus selama 5 tahun terakhir yang terjadi di Kota Makassar.Berdasarkan data diatas, terlihat jumlah kasus delik abortus provokatus yang terjadi dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010 yaitu sebanyak 18 kasus.
Apabila diperhatikan jumlah kasus abortus provokatus dengan banyaknya korban  yang meninggal dunia, ternyata tindakan pengguguran kandungan umumnya mengancam  keselamatan jiwa orang yang melakukan pengguguran kandungan, yakni sebanyak 5  orang wanita hamil meninggal dunia akibat pengguguran kandungannya.Delik abortus provokatus tersebut, pada umumnya tidak dilakukan dengan sendiri oleh wanita hamil, tetapi terjadinya pengguguran kandungan karena adanya inisiatif dan bantuan atau turut sertanya orang lain untuk melakukan pengguguran kandungan seorang wanita hamil. Kesemuanya itu telah diproses dan dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Makassar  untuk dibuatkan surat dakwaan atau requisatoirnya.
2.      Data Kejaksaan
Berdasarkan data yang diperoleh penulis selama penelitian, ternyata berkas perkara hasil penyelidikan Kepolisian khusus untuk kasus-kasus delik abortus provokatus tidak ada yang dikembalikan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada Kepolisian karena alasan kurang lengkap. Hal ini berarti pihak Kepolisian di Kota Makassar berhasil mengungkapkan siapa pelaku, dimana dan kapan delik dilakukan serta alasan-alasan sehingga orang itu melakukan delik abortus provokatus khususnya di Kota Makassar.
Untuk mengetahui jumlah delik abortus provokatus yang dilimpahkan Polrestabes ke Kejaksaan Negeri Makassar, dengan kualifikasi dakwaan sebagaimana dalam table sebagai berikut:
                   Tabel 2. Data Tentang Dakwaan Tersangka Pelaku Delik Abortus Provokatus
                            di Kota Makassar dari Tahun 2005-2010
Tahun
Terdakwa Melanggar Pasal










 
346             347             348           349
Jumlah
Ket.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
-
2
1
-
1
-
-
-
-
2
1
-
2
-
-
2
2
1
-
-
-
2
1
1
2
2
1
6
5
2
-
-
-
-
-
-
                      Sumber Data: Kantor Kejaksaan Negeri Makassar, Tahun 2011

Berdasarkan data dalam tabel tersebut di atas, maka dapat diketahui mereka yang didakwa melanggar Pasal 346 KUHP sebanyak 4 orang yakni wanita hamil yang menggugurkan kandungannya, sedangkan tersangka pelaku delik abortus provocatus melanggar Pasal 347 KUHP sebanyak 3 orang, yakni laki-laki yang menyebabkan terjadinya kehamilan atas diri wanita yang melakukan abortus provocatus.
Kemudian mereka yang didakwa melanggar Pasal 348 KUHP sebanyak 7 orang, diantaranya 3 orang adalah pacar wanita hamil dan 4 orang lainnya adalah dukun yang melakukan pengguguran kandungan. Tersangka yang didakwa melanggar Pasal 349 KUHP sebanyak 4 orang, yakni dukun beranak yang melakukan tindakan pengguguran dan kepadanya oleh jaksa patut dikenakan pemberatan.
Berdasarkan keterangan Andi Muldani Fajrin, selaku Kasipidum Kejaksaa Negeri Makassar, bahwa:
“Semua terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar larangan sesuai Pasal-Pasal yang didakwakan kepadanya sehingga dalam requisatoir Jaksa Penuntut Umum mengajukan tuntutan pidana bagi masing-masing terdakwa sesuai dengan tingkat kesalahannya, setelah dipertimbangkan hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan. Tuntutan pidana yang diajukan bagi terdakwa antara satu tahun sampai dengan lima tahun penjara, diperkurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan, dan dituntut pula untuk membayar ongkos perkara.”
Memperhatikan penjelasan di atas, menurut hemat penulis bahwa kemampuan dari Penuntut Umum dalam penanganan kasus abortus provokatus maupun penerapan Undang-Undang sudah sesuai dengan apa yang diinginkan. Oleh sebab itu, sebagai penuntut umum diwajibkan untuk melimpahkan berkas perkara apapun juga yang diajukan kepadanya dan dirasa berkas perkara tersebut sudah memenuhi syarat yang ditegaskan dalam KUHAP, untuk dilanjutkan dalam persidangan di Pengadilan Negeri yang berwenang.
3.      Data Pengadilan Negeri
           Pengadilan Negeri Makassar, memeriksa dan mengadili perkara khususnya perkara pengguguran kandungan (abortus) menurut hukum acara biasa, serta mengikuti tata tertib persidangan sebagaimana diatur dalam Pasal 153 KUHAP.
           Surat dakwaan dijadikan sebagai dasar pemeriksaan, sedangkan tuntutan dipertimbangkan untuk kepentingan penjatuhan hukuman bagi terdakwa yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut Pasal - pasal yang telah dilanggarnya. Kesalahan itu dibuktikan dengan alat - alat bukti dan barang bukti yang diajukan di persidangan. Atas fakta - fakta yang terungkap dimuka persidangan lalu pengadilan itu Causa Majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara delik abortus provokatus menjatuhkan pidana penjara bagi terdakwa-terdakwa dengan terlebih dahulu mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan hal-hal yang memberatkan terdakwa.
           Di samping itu, majelis hakim berusaha menilai terbukti atau tidaknya unsur-unsur yang termuat dalam pasal - pasal yang didakwakan terdakwa, dengan cara mengkonfirmatir dan menghubungkan keterangan saksi-saksi (terdakwa danvisumet repertum).







           Untuk mengetahui keadaan jumlah dan lamanya hukuman mengenai kasus delik abortus provokatus khusus yang terjadi di wilayah Pengadilan Negeri Makassar dari Tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3. Data Pemidanaan Terdakwa Delik Abortus Provocatus di Kota Makassar
Tahun 2005-2010
Tahun
Lamanya Waktu Pemidanaan Terdakwa
 

0-6 Bulan 6-12 Bulan 12-24 Bulan 24-36 Bulan  36 Bulan ke atas
Jumlah
2005
2006
2007
2008
2009
2010
-
1
-
-
-
-
-
-
1
1
-
1

2
1
-
1
1
-
-
-
-
3
2
1
-
-
-
1
2
-
2
2
1
6
5
2







                                        Sumber Data: Kantor Pengadilan Negeri Makassar, Tahun 2011
          
           Data tersebut di atas, menunjukkan lamanya hukuman penjara yang akan dijalani terhukum terhadap pelaku delik abortus provokatus, karena terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan delik pengguguran kandungan khususnya yang terjadi di Kota Makassar selama kurun waktu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011.
           Di antara 18 orang terhukum, ternyata ada 1 orang yang dijatuhi pidana penjara selama 6 bulan, kemudian 3 orang yang dijatuhi pidana penjara selama 6 sampai dengan 12 bulan sampai dengan 24 bulan, dan tercatat 6 orang dijatuhi hukuman pidana penjara 24 bulan sampai dengan 36 bulan, selanjutnya ada 3 orang terhukum dijatuhi pidana lebih dari 36 bulan pelaku delik abortus provokatus yang terjadi di Kota Makassar.
           Berdasarkan tabel tersebut di atas, terlihat dengan jelas bahwa kasus delik abortus provocatus yang diterima dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 berjumlah 18 buah kasus, sudah diselesaikan seluruhnya yang diterima dan diputus oleh Pengadilan Negeri Makassar yang dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Makassar. Hal inilah yang membuktikan bahwa aparat penegak hukum di Kota Makassar baik Penyidik, Penuntut Umum maupun Hakim Pengadilan Negeri Makassar telah mampu menyelesaikan kasus abortus provokatus dalam setiap tahunnya.
4.      Sanksi Pidana dan Psikologis terhadap terjadinya Abortus Provokatus Kriminalis
           Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, aborsi adalah pengguguran kandungan. Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan aborsi berdasarkan Pasal 75 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Pengecualian terhadap larangan melakukan aborsi diberikan hanya dalam 2 (dua) kondisi, sebagaimana yang diatur pada Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan sebagai berikut:
a)      Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/ atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
b)      Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
           Namun, tindakan aborsi yang diatur dalam Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan itu pun hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. Selain itu, menurut Pasal 76 UU Kesehatan, aborsi hanya dapat dilakukan:
a)      Sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b)      Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c)      Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d)      Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e)      Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
           Jadi, praktik aborsi yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana disebut di atas merupakan aborsi ilegal. Sanksi pidana bagi pelaku aborsi ilegal diatur dalam Pasal 194 UU Kesehatan yang menegaskan:
           “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar”
           Pasal 194 UU Kesehatan tersebut dapat menjerat pihak dokter dan/atau tenaga kesehatan yang dengan sengaja melakukan aborsi ilegal, maupun pihak perempuan yang dengan sengaja melakukannya..
           Pada praktiknya, bila ada dokter yang melakukan aborsi, maka masyarakat dapat melaporkan dokter tersebut ke kepolisian untuk diselidiki. Selanjutnya, bila memang ada bukti yang cukup dokter tersebut dengan sengaja telah melakukan aborsi ilegal terhadap pasien(-pasien)nya, maka proses pidana akan dilanjutkan oleh penyidik dan jaksa sebelum melalui proses di pengadilan.
           Walaupun telah dilakukan tindakan tegas, namun akibat pergaulan bebas, masih banyak yang melakukan aborsi. Selain dampak fisik, wanita yang melakukan aborsi juga akan mengalami resiko berupa gejala psikologis yang dikenal sebagai ”Post Abortion Syndrome” (PAS) yang dikarakteristikkan dengan perasaan bersalah yang lama dan berkepanjangan, depresi, serta ketidakberfungsian fungsi sosial dan seksual.
           Hal lain yang juga berdampak negatif dari segi psikologis adalah konsekuensi atau dampak secara psikososial seseorang yang telah melakukan aborsi. Adapun masalah psikososial yang cukup berdampak buruk yaitu masalah interpersonal setelah aborsi tersebut, misalnya permasalahan dalam hubungannya dengan diri sendiri, lingkungan sosialnya, misalnya pertemanan, dengan keluarga, dan dalam hubungan percintaan pada perempuan pelaku aborsi.
           Ketika seorang anak merahasiakan tentang aborsinya dengan orang tua mereka, hal itu akan menciptakan jarak antara dirinya dengan orang tua dan keluarganya. Hal itu juga didukung dengan pernyataaan Deveber bahwa perasaan malu dan takut merupakan motivator utama untuk terciptanya rahasia antara anak kepada orang tua. Hal ini termasuk takut untuk membuat orang tua kecewa. Bagaimanapun ia akan menyimpan rahasianya yang memalukan itu dan secara emosional menekan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah.Apabila permasalahannya diketahui oleh keluarga, hal itu akan menimbulkan masalah lain yaitu perasaan rendah diri.
           Selain berdampak buruk terhadap hubungan dengan keluarga dan teman-temannya, aborsi juga berdampak buruk terhadap hubungan dengan pasangan. Hampir setengah perempuan yang melakukan aborsi mengaku bahwa keputusan mereka untuk aborsi adalah pengubah hubungan mereka dengan pasangan secara signifikan dan mengakhiri suatu hubungan pasangan, walaupun pasangan tersebut sudah menjalani hubungan yang stabil.
           Menurut sebuah penelitian yang menyatakan bahwa wanita yang memiliki hubungan yang cenderung stabil, setelah melakukan aborsi dilaporkan berpisah. Dari 80% kelompok pasangan yang berpisah, kebanyakan wanita yang berinisiatif untuk melakukan perpisahan dengan pasangannya. Hubungan setelah aborsi dilaporkan menjdai lebih buruk, dengan lebih banyak konflik dan kurangnya saling trust satu dengan lainnya.
           Trust merupakan suatu hal yang esensial bagi sebuah hubungan untuk dapat terus tumbuh dan berkembang serta merupakan suatu fenomena yang dinamis yang terjadi secara intrinsik pada suatu keadaan yang alamiah, dimana trust merupakan hal yang menyangkut masalah mental yang didasarkan oleh situasi seseorang dan konteks sosialnya, misalnya ketika seseorang untuk mengambil suatu keputusan, ia akan lebih memilih keputusan berdasarkan pilihan dari orang-orang yang lebih dapat ia percayai daripada yang kurang ia percayai. Selain itu, abortus merupakan tindakan yang sangat merugikan dan menimbulkan efek samping yang berkepanjangan
5.      Analisis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 03/Pid.B/2009/PN MKS tentang Abortus Provocatus
a)   Duduk Perkara
           Terdakwa (Akbar Arsyad) tidak menerima kehamilan kekasihnya (Marwan Agustianti), karena hasil dari persetubuhan di luar nikah, lalu dengan kesepakatan dan atas izin kekasihnya, menyuruh seorang dukun beranak (Dg. Bollo) membantu menggugurkan kandungan kekasihnya Marwan Agustianti serta membayar ongkos yang diperlukan untuk mewujudkan niatnya menggugurkan (mematikan kandungan wanita kekasihnya.
           Tindakan pengguguran kandungan dimaksud, mengakibatkan matinya wanita hamil (Marwan Agustianti) kekasihnya, sehingga Jaksa Penuntut Umum Mensplit (memisahkan) kualitas terdakwa dengan kualitas dukun beranak yang memberikan ramuan untuk gugurnya kandungan korban. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dukun beranak didakwa dalam perkara yang lain.
b)   Dakwaan Penuntut Umum
           Jaksa Penuntut Umum mengajukan terdakwa di depan sidang Pengadilan Negeri Makassar, dengan dakwaan tunggal melanggar Pasal 348 ayat (2) jo. Pasal 55 KUHP, sebagai berikut:
Bahwa ia terdakwa Akbar Arsyad pada hari Jum’at, 24 Oktober 2008, sekitar pukul 15.00 wita atau setidak-tidaknya pada waktu lain dalam bulan Oktober tahun 2008 bertempat di jalan Banta-bantaeng No. 19 Makassar, tepatnya di rumah saksi Dg. Bollo atau daerah hukum Pengadilan Negeri Makassar, ia terdakwa dengan sengaja menyuruh melakukan atau mengutarakan maksud atau niat kepada saksi Dg. Bollo untuk menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita yang bernama Marwan Agustianti dengan izin perempuan tersebut dengan cara mengantar korban perempuan Marwan Agustianti ke rumah saksi Dg. Bollo, kemudian menyuruh saksi untuk menggugurkan kandungan/mematikan kandungan korban dan atas persetujuan saksi Dg. Bollo, maka pada malam itu juga korban bermalam di rumah saksi Dg. Bollo dan sekitar pukul 17.00 wita saksi Dg. Bollo mengeluarkan secara paksa dengan mengurut perut perempuan Marwan Agustianti dengan menggunakan minyak yang memakai ramuan jahe, serei, lengkuas, merica, ketumbar dan bawang merah kemudian memberikan minuman kepada korban berupa air yang sudah di jampi. Keesokan harinya sekitar pukul 21.00 wita saksi memasukkan ke alat kemaluan korban berupa batang jarak, setelah beberapa saat batang jarak tersebut dicabut, maka kandungan perempuan Marwan Agustianti robek sehingga janin keluar dari dalam kandungan yang disertai dengan perdarahan, kemudian perempuan Marwan Agustianti merasa sakit sehingga korban diantar ke rumah sakit Labuang Baji oleh saksi Dg. Bollo dan pada hari itu juga perempuan Marwan Agustianti meninggal dunia sesuai Visum et Repertum dari Laboratorium llmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Unhas; Atas perbuatan terdakwa yang menyuruh saksi Dg. Bollo untuk menggugurkan kandungan mengakibatkan perempuan Marwan Agustianti meninggal dunia; Melanggar Pasal 348 ayat (2) jo Pasal 55 KUHP.
c)      Tuntutan Penuntut Umum
           Berdasarkan hasil pemeriksaan di depan persidangan Jaksa Penuntut Umum mengajukan requisitoir atas diri terdakwa yang pada pokoknya menyatakan bahwa:
Terdakwa Akbar Arsyad bersalah melakukan tindak pidanaturut serta menyebabkan gugur/mati kandungan seorang perempuan yang menyebabkan perempuan itu mati sebagaimana diatur dalam Pasal 348 ayat (2) jo. Pasal 55 ayat (1) ke KUHP, karena itu menuntut agar terdakwa Akbar Arsyad dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dipotong selama terdakwa berada dalam tahanan, menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah);
d)   Pertimbangan Hakim
           Pengadilan Negeri Makassar, Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana ini memberikan pertimbangan hukum, sebagai berikut:
           Menimbang, bahwa terdakwa berdasar surat dakwaan tanggal 30 Desember 2008 di dakwa melanggar Pasal 348 ayat (2) jo. Pasal 55 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai berikut:
a.    Barang siapa turut serta;
b.   Dengan sengaja;
c.    Menggugurkan kandungan seorang perempuan;
d.   Dengan persetujuan perempuan tersebut;
e.    Mengakibatkan perempuan itu meninggal dunia.
Menimbang, bahwa untuk menentukan apakah terdakwa dapat dipersalahkan terhadap apa yang didakwakan maka Majelis akan menghubungkan keterangan saksi-saksi, keterangan terdakwa dan surat Visum et Repertum yang terdapat dalam berkas perkara untuk membuktikan unsur-unsur kejahatan yang didakwakan: Ad.c. Dari keterangan saksi Djufri yang menjelaskan, saksi menanya istrinya Dg. Bollo setelah melihat terdakwa dan perempuan Marwan Agustianti berada di rumah istrinya mengatakan bahwa perempuan Marwan Agustianti akan menggugurkan kandungan, dihubungkan dengan keterangan saksi Dg. Bollo yang mengatakan pada tanggal 25 Oktober 2008 dan tanggal 26 Oktober 2008 sekitar jam 21.00 wita saksi mulai lagi menggugurkan kandungan Marwan Agustianti dengan menusuk kemaluan Marwan Agustianti dengan batang jarak yang telah direndam dengan airpanas, kurang lebih 1 jam korban Marwan Agustianti merasa sakit perut dan tidak lama kemudian keluarlah darah bersama janinnya dari perut Marwan Agustianti, dihubungkan dengan keterangan terdakwa yang mengatakan bahwa terdakwa datang ke rumah Dg. Bollo di Banta-bantaeng bersama Marwan Agustianti pada hari Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 jam 15.00 wita terdakwa mengutarakan pada Dg. Bollo maksud Marwan Agustianti akan menggugurkan kandungannya; pada malam Minggu tanggal 25 hingga 26 Oktober 2008 waktu terdakwa menginap di rumah Dg. Bollo di kamar bersebelahan dengan kamar tempat Dg. Bollo menggugurkan kandungan Marwan Agustianti, Dg. Bollo memperlihatkan darah dan gumpalan darah yang keluar tapi terdakwa tidak mau melihatnya; terdakwa melihat kain sorting yang dipakai Marwan Agustianti penuh darah dan Marwan Agustianti mengeluh sakit perut. Berdasarkan fakta-fakta tersebut dalam kaitannya satu sama lain Majelis berpendapat unsur “menggugurkan kandungan seorang perempuan” telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Ad.d. Dari keterangan saksi Dg. Bollo yang menjelaskan terdakwa dan perempuan Marwan Agustianti datang ke rumahnya terdakwa menyampaikan tujuan mereka untuk menggugurkan kandungan Marwan Agustianti dan menyerahkan uang untuk keperluan tersebut sejumlah Rp. 80.000,- bahwa dua minggu sebelum kejadian terdakwa dengan Marwan Agustianti juga pernah datang ke tempat saksi dengan maksud yang sama dihubungkan dengan keterangan terdakwa yang menjelaskan terdakwa dan Marwan Agustianti pergi bersama ke rumah Dg. Bollo di Bantabantaeng untuk menggugurkan kandungan Marwan Agustianti, setelah mengantar Marwan Agustianti terdakwa kembali pulang ke rumahnya setelah mengutarakan maksud Marwan Agustianti kepada Dg. Bollo.
Marwan menginap di rumah Dg. Bollo 2 malam dan terdakwa 1 malam; 2 minggu sebelum kejadian terdakwa dan Marwan Agustianti juga pernah ke tempat Dg. Bollo dengan maksud yang sama tetapi waktu itu tidak jadi terlaksana karena orang tua Marwan Agustianti berada di Makassar; dihubungkan dengan keterangan saksi Djufri yang melihat Marwan dan terdakwa (Akbar Arsyad) bermalam di rumahnya pada minggu tanggal 24 jalan 26 Oktober 2008. Bahwa dari fakta-fakta tersebut diatas dalam kaitannya satu sama lain Majelis berpendapat unsur “Dengan persetujuan perempuan tersebut” telah terbukti dengan sah dan meyakinkan.
Ad.e. Dari keterangan saksi Ir. Muslim Bin Abdullah, saksi Amiruddin, saksi Ida Maftuna, saksi Hamzah yang mengatakan Marwan Agustianti meninggalkan rumah pada hari Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 jam 11.00 wita dan pada hari Minggu tanggal 26 Oktober 2008 telah meninggal dunia di Rumah Sakit Labuang Baji dihubungkan dengan keterangan saksi Andi Yusuf yang mengantar Marwan Agustianti dengan mobil sampai di perempatan jalan Andi Pangerang Petta Rani dengan jalan Sultan Alauddin dihubungkan dengan keterangan saksi Djufri yang melihat Marwan Agustianti ke Rumah Sakit di antar oleh istrinya Dg. Bollo dikaitkan dengan keterangan saksi Dg. Bollo yang mengatakan bahwa setelah keluar darah bersama janinnya dari perut Marwan Agustianti dan Marwan Agustianti merasa sakit kepala, demam dan perdarahan karena itu pada hari Minggu tanggal 26 Oktober 2008 jam 11.00 wita dibawa ke Rumah Sakit Labuang Baji dan tidak lama kemudian Marwan Agustianti meninggal dunia dan saksi pulang kembali ke rumahnya dikaitkan lagi dengan keterangan terdakwa yang mengatakan setelah kembali dari membeli obat dengan resep yang diberi tahu oleh suster bahwa pacarnya Marwan Agustianti telah meninggal dunia dihubungkan lagi dengan Visum et Repertum dari Laboratorium llmu Kedokteran Kehakiman Fakultas Kedokteran Unhas yang menjelaskan bahwa perempuan Marwan Agustiawan, umur 22 tahun telah meninggal dunia karena shock hypovolemik akibat perdarahan pada rahim.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas dalam kaitannya satu sama lain Majelis berpendapat bahwa unsur “mengakibatkan perempuan itu meninggal dunia” telah terbukti secara sah dan meyakinkan.
Ad.a. dan b. Dari keterangan saksi Djufri yang melihat perempuan Marwan Agustianti dan terdakwa berada di rumahnya dan menanyakan pada Dg. Bollo istrinya yang mengatakan bahwa terdakwa dan perempuan Marwan Agustianti kesana bertujuan untuk menggugurkan kandungan perempuan Marwan dihubungkan dengan keterangan saksi Dg. Bollo yang menyatakan pada had Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 sekitar jam 15.00 wita terdakwa beserta perempuan Marwan dating ke rumah saksi di Banta-Bantaeng dengan maksud untuk menggugurkan kandungan Marwan disampaikan oleh terdakwa kepada saksi, setelah itu terdakwa pulang kembali ke rumahnya dan perempuan Marwan tinggal di rumah saksi menggugurkan kandungan Marwan pada malam Minggu tanggal 25 Jalan 26 Oktober 2008 terdakwa bermalam di rumah saksi Dg. Bollo dan setelah darah beserta janinnya keluar dari perut perempuan Marwan Agustianti, saksi memperlihatkan kepada terdakwa Akbar Arsyad tetapi terdakwa tidak mau melihatnya; terdakwa pada malam itu berada di kamar sebelah yang bersebelahan dinding saja dengan kamar tempat saksi menggugurkan kandungan Marwan; bahwa 2 minggu sebelum kejadian terdakwa bersama perempuan Marwan pernah juga datang ke tempat saksi dengan tujuan menggugurkan kandungan Marwan tapi tidak jadi karena katanya orang tua Marwan Agustianti berada di Makassar, dihubungkan lagi dengan keterangan saksi Ir. Muslimin Abdullah, Amiruddin, Ida Maftunah dan Hamzah yang menjelaskan bahwa terdakwa sering ke rumah karena pacaran dengan Marwan Agustianti dan selalu keluar berduaan dan saksi Amiruddin mengatakan pula bahwa pada hari Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 sekitar 09.30 wita selama keluar rumah Marwan terima telepon dari terdakwa yang dikaitkan lagi dengan keterangan terdakwa yang menjelaskan bahwa terdakwa bersama Marwan pada hari Jum’at tanggal 24 Oktober 2008 jam 15.00 wita ke rumah saksi Dg. Bollo di Banta-Bantaeng No. 19 Makassar sampai di sana terdakwa mengutarakan maksud terdakwa bahwa Marwan akan meiakukan pengguguran kandungan.
Setelah saksi Dg. Bollo dan terdakwa pulang ke rumahnya dan malamnya (malam sabtu) terdakwa datang kembali ke tempat saksi Dg. Bollo, perempuan Marwan sudah di obati kata saksi Dg. Bolio pada malam minggu tanggal 25 Oktober 2008 jalan 26 Oktober 2008 terdakwa menginap di rumah saksi Dg. Bollo atas permintaan Marwan dan pada malam itu saksi Dg. Bollo berhasil menggugurkan kandungan Marwan, terdakwa meiihat kain sarung yang dipakai Marwan penuh darah dan perempuan Marwan mengeluh sakit perut. Hari minggu tanggal 27 Oktober 2008 jam 08.00 wita terdakwa Akbar Arsyad kembali pulang ke rumahnya dan kembali lagi ke rumah saksi Dg. Bollo jam 11.00 wita untuk menemui Marwan tapi kata saksi Djufri, Marwan Agustianti telah dibawa ke Rumah Sakit Labuang Baji oleh saksi Dg. Bollo dan terdakwa lantas ke Rumah sakit bersama Djufri sampai di sana tidak boleh masuk. Tak lama kemudian suster memberi resep kepada terdakwa (Akbar Arsyad) dan terdakwa pergi membeli obat, kembali ke Rumah Sakit terdakwa diberitahu oleh suster bahwa Marwan telah meninggal dunia, terdakwa mengatakan bahwa dua minggu sebelum kejadian terdakwa bersama Marwan sudah pernah ke rumah saksi Dg. Bollo dengan maksud untuk menggugurkan kandungannya, tapi tidak jadi karena orang tua Marwan berada di Makassar, terdakwa pacaran dengan Marwan Agustianti sejak bulan Mei 2008 dan melakukan hubungan kelamin seperti suami istri pada bulan Juli 2008 dan menurut perkiraan terdakwa perempuan Marwan baru hamil 3 bulan.
Dari fakta-fakta tersebut di atas dalam kaitannya satu sama lain Majelis berpendapat bahwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan “ terdakwa turut serta melakukan kejahatan karena terdakwa menghendaki terjadinya pengguguran kandungan dengan mengutarakan kepada saksi Dg. Bollo bahwa mereka bersama Marwan untuk menggugurkan kandungan karena kehendak Marwan ini maka saksi Dg. Bollo telah melaksanakannya bahwa timbulnya kesengajaan/kehendak dari Dg. Bollo selaku pelaku ialah karena suruhan/permintaan dari terdakwa, jadi karena itu unsur “Barangsiapa (a) dan dengan sengaja (b) telah terbukti”
Menimbang, bahwa karena semua unsur telah terbuktii secara sah dan meyakinkan maka terdakwa dapat dipersalahkan melanggar Pasal 348 ayat (2) KUHP jo Pasal 55 KUHP “Turut serta dengan sengaja menggugurkan kandungan seoran perempuan dengan izin perempuan itu mengakibatkan perempuan itu meninggal dunia.”
Menimbang, bahwa terdakwa terbukti bersalah melakukan kejahatan seperti tersebut di atas, sedang di persidangan tidak terbukti adanya alasan terdakwa harus dijatuhi hukuman.pemaat dan alasan yang membenarkan bagi terdakwa Akbar Arsyad , maka terdakwa harus dipertanggungjawabkan terhadap kejahatan yang telah diperbuatnya dan karena.
Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukuman Majelis mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan:
Hal yang memberatkan:
Terdakwa telah, melakukan perbuatan yang tercela sedangkanterdakwa telah berpendidikan tinggi
Hal yang meringankan:
a.    Terdakwa belum pernah di hokum
b.   Terdakwa berlaku sopan di persidangan
c.    Terdakwa menyesali perbuatannya, dan akibat perbuatannya terdakwa menanggung beban moril, karena itu hukuman yang dijatuhkan menurut Majelis sudah sepatutnya dengan kejahatan yang telah dilakukan oleh Terdakwa.
Menimbang, bahwa karena terdakwa berada dalam tahanan, maka dalam menjatuhkan putusan ini akan diperhitungkan sepenuhnya dan beralasan pula untuk menetapkan agar terdakwa tetap di tahan.
Menimbang, bahwa karena terdakwa dihukum, maka dia di hukum pula untuk membayar ongkos perkara.
e)      Amar Putusan
           Berdasarkan pertimbangan hukum yang dihubungkan dengan hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa, Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana ini menjatuhkan putusan atas diri terdakwa sebagaimana tertuang dalam amar putusan, sebagai berikut:
a.    Menyatakan bahwa terdakwa Akbar Arsyad yang identifikasinya seperti tersebut di atas telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan “Turut serta dengan sengaja menggugurkan kandungan seorang perempuan dengan izin perempuan itu mengakibatkan perempuan itu meninggal dunia,” sesuai dengan Pasal 348 ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 KUHP;
b.   Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara selama satu tahun enam bulan, dipotong selama terdakwa berada dalam tahanan;
c.    Menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan;
d.   Menghukum terdakwa agar membayar ongkos perkara sebanyak Rp. 1.000,- (seribu rupiah).




BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
           Berdasarkan dari uraian peristiwa delik Abortus Provokatus atau pengguguran kandungan yang menyebabkan terdakwa dijatuhi hukuman pidana penjara selama terdakwa berada dalam tahanan. Penulis merasa perlu memberikan komentar terhadap putus Pengadilan Negeri Makassar No. 03/Pid.B/2009/PN Makassar.
           Di dalam pertimbangan hukum pengadilan ternyata terdakwa di persalahkan melakukan perbuatan tercela yakni turut serta dalam suatu kejahatan pengguguran kandungan, yang menyebabkan wanita yang menggugurkan kandungan tersebut meninggal dunia. Dengan demikian, Majelis Hakim memandang bahwa pengguguran kandungan itu termasuk perbuatan tercela, karena melanggar norma hukum, norma agama, norma kesusilaan serta norma kesopanan.
           Dari hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.   Abortus Provokatus merupakan masalah yang ada namun susah terdeteksi karena laporan yang kadang tidak sampai ke aparat hukum untuk ditindak lebih lanjut, kadang abortus telah terjadi dan masalah itu dianggap selesai, kecuali pelaku abortus tersebut meninggal dunia barulah kadang ada laporan dari pihak rumah sakit atau klinik tempat kejadian. Setiap tahun kasus abortus provokatus masih sering terjadi, tidak ada peningkatan akan kejadiannya
2.   Sanksi hukum yang dijatuhkan untuk pelaku abortus, yang ikut membantu melakukan dan yang berhubungan dengan abortus tersebut sudah diatur dan telah diterapkan oleh para penegak hukum, sesuai KUHP dan UU Kesehatan










DAFTAR PUSTAKA
Adriyati Rafli, 2007. Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien. Konsil Kedokteran Indonesia. Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,2008. Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang baik di Indonesia dan dilengkapi Peraturan Teknis Terkait.Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Guwandi J, 2006. Dugaan Malpraktek Medik & Draft RPP:Perjanjian Terapetik antara Dokter dan Pasien. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
_________, 2007. Dokter,Pasien dan Hukum. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Hendrojono Soewono, 2007. Batas Pertanggungjawaban Hukum Malpraktik Dokter dalam Transaksi dan Terapeutik. Srikandi.
Merdias almatsier dkk, 2006. Himpunan Peraturan Tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Pustaka Yustisia, 2009. Himpunan Perundangan Anti Malpraktik kedokteran dan kesehatan. PT Pustaka Yustisia. Jakarta
Van der Mijn, 1984, The Development of Health Law in the Nederlands, Tim Pengkajian Hukum Kedokteran, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI bekerja sama dengan PERHUKI dan PB IDI, Jakarta.
Genevieve Pinet, 1998, Health Challenges of The 21st Century a Legislative Approach to Health Determinants, Artikel dalam International Digest of Health Legislations, Vol 49 No. 1, 1998, Geneve.
Roscam Abing, 1998, Health, Human Rights and Health Law The Move Towards Internationalization With Special Emphasis on Europe dalam Journal International Digest of Health Legislations, Vol 49 No. 1, 1998.
Tom L. Beauchamp dan James F. Childress, Principles of Biomedical Ethics, 1994, Oxford University Press, New York..
Bruggink, 1993, Rechtsrefleeties, Grondbegrippen uit de Rechtstheorie, Kluwer, Deventer.





Komentar

Postingan Populer